Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) kembali meminta pemerintah untuk serius berantas impor tekstil ilegal yang makin marak dan dilakukan secara terbuka.
Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta menyatakan, banjirnya barang tekstil impor kian menekan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) hingga rata-rata utilisasinya dari hulu ke hilir kini hanya di kisaran 50%.
Berdasarkan hitungan APSyFI, per tahunnya ada sekitar 300.000-400.000 ton impor TPT ilegal senilai Rp 35 triliun, baik dalam bentuk pakaian, kain, maupun benang masuk ke tanah air secara ilegal.
“Sekitar 1.400 kontainer per bulan masuk lewat Pelabuhan-pelabuhan utama di Jawa dan sebagian lewat Sumatra," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kontan, Senin (17/4).
Dia menambahkan bahwa sekitar 210.000 ton impor TPT ilegal berasal dari China, sisanya dari Korea, Taiwan, India, Vietnam, Bangladesh, dan Thailand. “Bisa dilihat secara jelas data dari Trade Map bahwa catatan ekspor TPT China ke Indonesia lebih besar dibanding catatan impor kita dari China," jelas Redma.
Baca Juga: 40.000 Iklan dan Link Penjualan Pakaian Bekas Impor di E-Commerce Sudah Diturunkan
Redma menjelaskan bahwa perbedaan data ini disebabkan oleh praktik impor borongan, under invoice, pelarian HS, dan rembesan gudang berikat. Praktik ini secara leluasa dan terbuka dilakukan oleh perusahaan jasa under name yang bekerja sama dengan oknum bea cukai di lapangan, sehingga mereka dengan mudah masuk lewat jalur hijau, bahkan tanpa perlu persetujuan impor.
Selanjutnya, APSyFI menyoroti Persetujuan Impor TPT terkait Permendag Nomor 25 Tahun 2022 yang dianggap masih banyak kebocoran.
Redma mengatakan pihaknya mendapat laporan masih banyaknya perusahaan yang melakukan pelanggaran dan diberikan izin impor berlebih baik oleh Kementerian Perindustrian untuk Angka Pengenal Impor untuk Perusahaan (API-P) maupun untuk oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk Angka Pengenal Impor untuk Umum (API-U).
“Izin impor yang diberikan tidak transparan. Para pelanggar tidak pernah ditindak. Malah izin impornya terus nambah," ungkap Redma.
Di sisi lain, banjirnya impor ilegal ini menekan utilisasi industri TPT ke titik yang cukup rendah hingga menelan korban. Terakhir, pada awal April ini terdapat PT Tuntex Garment yang bangkrut dan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sekitar 1.163 karyawannya.
Baca Juga: Pakaian Bekas Impor Ilegal Senilai Rp 80 Miliar Dimusnahkan, Ini Alasan Pemerintah
Dewan Kehormatan HIPMI Jawa Barat Cecep Daryus mengatakan, Industri TPT nasional masih berada dalam masa kritis sejak akhir 2022 lalu, termasuk di Jawa Barat. “Akhir tahun lalu sudah m banyak yang dirumahkan. Kalau kondisi seperti ini terus akan bertambah lagi” cetusnya.
Cecep meminta pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat tidak lepas tangan atas kejadian ini. Menurutnya, kondisi pasar ekspor menjadi salah satu alasan maraknya PHK di industri TPT. Namun, pasar domestik Indonesia pada dasarnya sangat besar dan harus dijaga dengan baik.
Ia mengingatkan peran industri TPT sebagai jaring pengaman sosial ekonomi bagi Indonesia. “Kalau pemerintah lepas tangan terhadap masalah impor-impor ini, ekonomi Indonesia lambat laun akan rontok,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News