kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APSyFI: Pusat logistik berikat memuluskan impor dan tekan laju tindustri teksti


Kamis, 19 Maret 2020 / 10:42 WIB
APSyFI: Pusat logistik berikat memuluskan impor dan tekan laju tindustri teksti


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat Dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai kondisi industri tekstil dan produk tekstil (ITPT) dalam dua bulan terakhir mulai menunjukkan
kemajuan dimana tidak ada penambahan jumlah perusahaan yang tutup maupun mengurangi karyawannya.

Menurut Prama Yudha Amdan, Executive Member of APSyFI hal tersebut merupakan dampak positif implementasi bea masuk safeguard sementara (BMTPS) dan penutupan sejumlah Pusat Logistik Berikat (PLB). Meski demikian, ia melanjutkan masih terdapat pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah bersama asosiasi agar perbaikan kinerja industri tercapai.

Baca Juga: Ada stimulus relaksasi PPh 21, ini kata pelaku industri TPT

"Sejumlah PLB tekstil masih beroperasi dengan basis izin PERMENDAG 77 2019 dimana aktivitas tersebut kontraproduktif dengan upaya memajukan industri," terangnya kepada Kontan.co.id, Kamis (19/3).

Di tambah lagi, lemahnya pengawasan terhadap barang masuk semakin memperparah situasi yang ada.

Untuk memelihara momentum perbaikan, Prama bilang asosiasi mendorong pemerintah secara tegas menghentikan arus barang TPT (HS m 50-63) melalui PLB dan segera merevisi PERMENDAG 77 2019. Adapun pengenaan BMTPS patut diapresiasi, akan tetapi implementasinya masih kurang efektif karena adanya kebocoran.

Baca Juga: Hambat Penyebaran Corona, Pebisnis Ikuti Anjuran Bekerja dari Rumah

"Di sisi lain, pelaku industri masih wait and see karena ragu atas komitmen pemerintah untuk mem-permanen-kan safeguard (safeguard sementara berakhir pada Maret ini). Pasar juga belum terstimulasi karena impor pakaian jadi mulai marak, sehingga tidak ada penambahan permintaan yang berarti kain dan benang," urai Prama.

Kombinasi hal di atas membuat produsen belum berani meningkatkan utilisasi produksinya sehingga utilisasi produksi masih terhenti pada kisaran 50% saja. Industri Kecil Menengah (Konveksi) yang memproduksi pakaian jadi menjadi pihak paling terpukul karena impor kembali terjadi di momentum menjelang Hari Raya yang merupakan periode penting penjualan tahunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×