Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
Atas dasar itu, APTI menolak terhadap kenaikan cukai tahun 2021 karena dengan kenaikan cukai 23% dan HJE 35% sangat memberatkan bagi para petani tembakau karena berimbas kepada penurunan harga jual tembakau.
Sementara kebijakan simplikasi pemungutan cukai ditolak karena menurut APTI hal itu hanya menguntungkan satu pabrikan atau perusahaan rokok besar asing yang ada di Indonesia. Alhasil, itu akan merugikan para petani tembakau dan juga pabrik rokok lainnya.
"Kami berpandangan, perusahaan besar asing menginginkan penerapan simplifikasi terkait persaingan penjualan dengan perusahaan skala menengah. Bisa dibilang itu salah satu strategi perang dagang,” urai Suryana.
Baca Juga: Simplifikasi cukai rokok jadi strategi reformasi fiskal Kemenkeu
Menurutnya, jika pemerintah mengikuti keinginan satu perusahaan rokok besar asing melakukan simplifikasi penerapan cukai maka akan timbul konsekuensi yakni bermunculan banyak pengusaha pengusaha rokok illegal.
Oleh karena itu, APTI mendesak agar DPR mempertemukan asosiasi dengan menteri terkait guna menyampaikan penolakan tersebut.
APTI juga meminta DPR untuk mendorong pemerintah mengenai pengalokasian dana bagi hasil cukai hasil tembakau atau DBHCHT yang minimal 50% untuk kesehatan itu dikembalikan 50% nya untuk 5 bidang kegiatan. Kemudian mendesak agar turut mendorong pemerintah turun tangan menurunkan kuota impor tembakau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News