kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

APTI tolak simplifikasi dan kenaikan cukai rokok


Rabu, 08 Juli 2020 / 22:07 WIB
APTI tolak simplifikasi dan kenaikan cukai rokok
ILUSTRASI. FILE PHOTO: Cigarettes are seen in this illustration photo taken May 24, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai hasil tembakau sebagai salah satu bagian strategi Reformasi Fiskal.

Kepastian itu diperoleh pasca terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024 pada 29 Juni 2020.

Masyarakat petani tembakau yang tergabung dalam Asosisi Petani Tembakau Indonesia (APTI), mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk menolak rencana pemerintah menaikkan dan melakukan simplifikasi (penyederhanaan) pemungutan cukai rokok di tahun 2021.

Baca Juga: Penyederhanaan tarif cukai rokok bisa optimalkan penerimaan negara

Kebijakan itu dinilai hanya akan berdampak pada turunnya harga tembakau di tanah air yang merugikan masyarakat petani tembakau. Simplikasi cukai rokok hanya akan menguntungkan satu perusahaan besar asing.

“Kenaikan cukai tembakau itu efek yang dirasakan petani sangat terasa karena harga tembakau anjlok dengan turunnya permintaan pabrikan. Bahkan, pengusaha cenderung tidak mau membeli tembakau yang dihasilkan petani lokal. Terkait hal itu diharapkan ke depannya pengusaha besar itu saling mengerti dengan para petani dimana pengusaha besar tidak akan bisa berjalan kalau tidak ada bahan baku dari petani," kata Ketua APTI Jawa Barat Suryana dalam keterangan tertulis, Rabu (8/7).

Pada tahun 2019 saat pemerintah menaikkan cukai dan harga jual eceran (HJE) tembakau masing-masing sebesar 23% dan 35%, kata Suryana, hasil panen petani tembakau tidak terjual selama 6 bulan.

Dari pengalaman itu, APTI mengambil kesimpulan bahwa kebijakan itu membuat penurunan harga jual tembakau dari petani, terjadi penurunan produksi dan terjadi penurunan volume.

Atas dasar itu, APTI menolak terhadap kenaikan cukai tahun 2021 karena dengan kenaikan cukai 23% dan HJE 35% sangat memberatkan bagi para petani tembakau karena berimbas kepada penurunan harga jual tembakau.

Sementara kebijakan simplikasi pemungutan cukai ditolak karena menurut APTI hal itu hanya menguntungkan satu pabrikan atau perusahaan rokok besar asing yang ada di Indonesia. Alhasil, itu akan merugikan para petani tembakau dan juga pabrik rokok lainnya.

"Kami berpandangan, perusahaan besar asing menginginkan penerapan simplifikasi terkait persaingan penjualan dengan perusahaan skala menengah. Bisa dibilang itu salah satu strategi perang dagang,” urai Suryana.

Baca Juga: Simplifikasi cukai rokok jadi strategi reformasi fiskal Kemenkeu

Menurutnya, jika pemerintah mengikuti keinginan satu perusahaan rokok besar asing melakukan simplifikasi penerapan cukai maka akan timbul konsekuensi yakni bermunculan banyak pengusaha pengusaha rokok illegal.

Oleh karena itu, APTI mendesak agar DPR mempertemukan asosiasi dengan menteri terkait guna menyampaikan penolakan tersebut.

APTI juga meminta DPR untuk mendorong pemerintah mengenai pengalokasian dana bagi hasil cukai hasil tembakau atau DBHCHT yang minimal 50% untuk kesehatan itu dikembalikan 50% nya untuk 5 bidang kegiatan. Kemudian mendesak agar turut mendorong pemerintah turun tangan menurunkan kuota impor tembakau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×