kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APTRI sebut gula lokal tidak laku karena stok impor masih penuh


Selasa, 02 Oktober 2018 / 16:51 WIB
APTRI sebut gula lokal tidak laku karena stok impor masih penuh
ILUSTRASI. Pabrik Gula Ngadirejo


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Bulog menyarankan pabrik gula badan usaha milik negara (PG BUMN) untuk mengalihkan sistem beli tebu petani dari bagi hasil menjadi beli putus.

Sistem beli putus ini dilakukan Bulog karena sudah tidak kuat menampung pasokan petani. Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menilai beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.

“Yang pertama masalah likuiditas, pabrik-pabrik milik BUMN membeli tebu dalam sistem beli putus ini ditanya dulu pabriknya punya duit apa enggak. Yang kedua juga harga tebunya mau di beli berapa, pasti nanti juga akan dibeli berdasarkan harga gula,” kata Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (2/10).

Lebih lanjut dikatakan Soemitro menyatakan, saat ini harga gula berpengaruh dalam pembelian gula skala besar. Saat ini situasi gula nasional tengah jenuh dan terus mengalami penurunan harga jual.

Pada periode September 2018, harga lelang gula di PTPN dilaporkan di kisaran Rp 8.500 - Rp 9.180 per kg. Kondisi ini membuat Bulog berat dalam menyerap karena harus beli di harga Rp 9.700 per kg, dan membuatnya sulit bersaing.

“Harga itu juga pasti akan terpengaruh karena harga gula sekarang ini hampir tidak bisa dijual dalam skala besar. Karena penjualan gula kita itu enggak ada di kelompok besar di pabrik gula. Jadi gula kita itu enggak laku,” tambahnya.

Soemitro menjelaskan bahwa posisi Bulog saat ini merupakan dampak imbas dari aturan Kementerian Perdagangan yang terus melakukan impor gula, padahal sejauh ini gula local masih mencukupi yakni kisaran 320.000 ton, dengan jumlah sekitar 148.000 ton berasal dari tahun-tahun sebelumnya.

“Bulog seolah disalahkan, padahal Bulog itu terdampak karena menteri perdagangan yang memberlakukan kebijakan impor gula, tanpa memperhatikan berapa kebutuhan riil gula di Indonesia,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×