Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pasar ekspor komoditas kopi tahun ini diperkirakan bakal makin pahit ketimbang tahun lalu. Tren penurunan ekspor kopi yang terjadi tahun 2014 sepertinya bakal berlanjut tahun ini. Salah satu penyebab ekspor kopi merosot adalah karena pasar kopi dalam negeri yang semakin harum sehingga produksi kopi dapat terserap maksimal di tanah air.
Pranoto Soenarto, Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) mengatakan, kinerja ekspor kopi tahun ini akan mengulang kondisi tahun lalu. Sebab, tantangan produksi tahun ini masih bersumber dari cuaca yang kering sehingga sulit menaikkan produktivitas. Sementara itu, program pemerintah untuk intensifikasi tanaman kopi tidak merata terjadi di daerah sentra penghasil kopi.
Padahal, dalam lima tahun mendatang, permintaan kopi dunia naik hingga 24%. International Coffee Organization (ICO) mencatat, permintaan biji kopi ditaksir naik menjadi 175,8 juta kantong pada tahun 2020. Permintaan yang tinggi ini tidak didukung dengan peningkatan produksi.
Justru produksi kopi dunia tahun ini diprediksi menurun. Tahun ini, ICO memperkirakan produksi kopi dunia sebesar 141 juta kantong, turun dibandingkan produksi tahun lalu yang sebanyak 146,7 juta kantong. Salah satu pemicunya adalah bencana kekeringan yang melanda Brazil sejak akhir tahun lalu.
Atas dasar itu, Pranoto mengatakan Indonesia berpotensi menggantikan Brasil yang saat ini menjadi raja kopi dunia. Namun, meskipun diperkirakan bakal meningkat, tapi Indonesia kesulitan mendongkrak produksi dalam jumlah besar karena jumlah tanaman baru dan lama tidak seimbang. Jumlah pohon kopi yang sudah uzur mencapai 80% dan pohon kopi baru sebesar 20%. Alhasil, produksi kopi tidak maksimal. “Tapi, Indonesia belum terlambat untuk memulai memperbanyak tanaman kopi baru,” ujar Pranoto pada Kamis (26/2).
Data Kementerian Pertanian (Kemtan) mencatat, volume ekspor biji kopi tahun 2014 turun 39% menjadi 384.000 ton dari 534.000 ton pada tahun 2013. Meskipun secara volume turun, tapi secara nilai ekspor mengalami kenaikan dari US$ 1 miliar menjadi US$ 1,1 miliar.
Bantuan pemerintah
Tahun ini, produksi biji kopi ditargetkan 700.000 ton dan mayoritas akan diperuntukkan bagi pasar ekspor. Namun, sampai akhir Januari lalu, ekspor biji kopi hanya berkisar 10.000 ton.
Azwar Abu Bakar, Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Kemtan berujar, tahun ini akan ada anggaran sebesar Rp 150 miliar untuk kopi.
Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 ini akan dialokasikan untuk program intensifikasi kopi dengan perluasan lahan pada jenis speciality coffee dan kopi arabika.
Rinciannya, perluasan luas area untuk jenis speciality coffe seluas 22.150 hektare (ha) di empat daerah, yakni Aceh, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Bali.
Kemudian untuk perluasan lahan kopi arabika terjadi di tiga daerah. Pertama, di Mamasa, Toraja dengan luas lahan 1.000 ha. Kedua, Papua dengan luas lahan 250 ha. Ketiga, Majalengka, Jawa Barat seluas 1.000 ha.
Selain perluasan lahan, pemerintah juga menyiapkan dana Rp 18 miliar untuk peremajaan pohon kopi atau replanting tahun ini.
Tak hanya itu, Kemtan juga menyiapkan program Gerakan Nasional (Gernas) untuk kopi mulai tahun ini. Program Gernas ini bertujuan menggenjot produksi speciality coffee sehingga tak lagi mengandalkan pasar ekspor untuk menjual biji kopi, melainkan menggunakan brand. Cara ini bakal meningkatkan nilai jual produk kopi nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News