Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia (GIAA) berupaya melakukan renegosiasi pesawat khususnya tipe Boeing 777 dan CRJ 1000 NextGen untuk mengurangi beban operasional akibat tekanan keuangan di tengah pandemi covid-19.
Selain itu, Garuda Indonesia juga meminta diskon tarif sewa kepada pihak lessor (perusahan sewa guna).
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengatakan, pihaknya telah melakukan renegosiasi tarif sewa pesawat karena nilainya terlalu tinggi.
Baca Juga: Selain pinjaman multilateral, pemerintah akan memaksimalkan SBN untuk tangani corona
Terlebih, perseroan diketahui memiliki utang yang sudah jatuh tempo senilai US$ 500 juta. Menurutnya, kondisi industri penerbangan saat ini menjadi momentum tepat untuk melakukan negosiasi harga. Ia menengarai harga sewa pesawat saat ini terlalu tinggi.
"Untuk Boeing 777 terlalu tinggi, US$ 1,6 juta bayarnya. Hari ini bisa nego menjadi US$ 800.000. Kami memiliki sepuluh unit, pada dasarnya bayar dua kali lipat," kata Irfan saat rapat virtual bersama Komisi VI DPR, Rabu (29/4).
Tak hanya itu, GIAA juga akan mengembalikan pesawat CRJ 1000 NextGen yang selama ini dikandangkan alias tidak beroperasi. Jika diterbangkan akan jauh merugikan karena biaya sewa mencapai US$ 50 juta per tahun.
Pihaknya mengaku telah melakukan renegosiasi sewa pesawat tersebut. Emiten berkode GIAA meminta agar pesawat tersebut dikembalikan ke lessor lantaran sudah memiliki pesawat dengan konfigurasi yang lebih pas.
GIAA juga menunda pembayaran kepada pihak ketiga seperti PT Angkasa Pura (Persero), PT Pertamina (Persero), dan PT Airnav Indonesia. Penundaan pembayaran terpaksa dilakukan untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis Garuda Indonesia secara grup.
Baca Juga: Lion Air dan Garuda bersiap layani penerbangan domestik khusus di zona merah
"Kalau ada masalah di Garuda pasti akan ada masalah di GMF AeroAsia, Aerofood ACS, Aerotrans, dan lainnya. Ini magnitude total hampir 25.000 karyawan sehingga kami harus pastikan Garuda Indonesia tetap berlangsung, jadi kami tunda pembayaran kepada pihak ketiga," ucapnya.
Maskapai pelat merah tersebut pun melakukan efisiensi produksi, yakni penundaan gaji karyawan, direksi dan komisaris. Namun, pihaknya tetap berkomitmen membayarkan THR karyawan meski Menteri BUMN sempat memberi instruksi untuk tidak membayarkan THR bagi Direksi dan Komisaris.
"Kami juga melakukan evaluasi rute-rute mencari jadwal yang lebih pas di setiap perjalanan dan menghentikan rute-rute kerugian," ujarnya.
Saat ini, Garuda memiliki total 139 unit pesawat. Adapun, khusus tipe CRJ 1000NextGen terdapat 18 unit.
Baca Juga: Jual mobil Audi, Garuda Mataram Motor (GMM) jalin kerja sama eksklusif dengan Blibli
Garuda Indonesia uga tengah mengkaji restrukturisasi utang jatuh tempo senilai US$ 500 juta, setara Rp 7 triliun. Utang denominasi dolar AS tersebut akan jatuh tempo pada Juni 2020.
"Kami ada sedikit masalah, mungkin publik juga tahu kalau kami ada jatuh tempo sekitar US$ 500 juta sehingga kami butuh bantuan keuangan relaksasi dari perbankan," ujarnya.
Irfan mengaku pandemi memukul arus kas maskapai penerbangan pelat merah itu. Pada kuartal I 2020, kinerja perseroan terpukul karena penutupan penerbangan ke China dan Arab Saudi karena penghentian umroh. Bahkan, perseroan harus menerbangkan pesawat kosong ke Arab Saudi untuk menjemput jamaah umroh.
Baca Juga: Yuk intip sentimen yang bakal jadi penggerakan rupiah hari ini (29/4)
Irfan memprediksi pengurangan penumpang makin drastis lantaran Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. "Penurunan ini kami lihat terus sampai Mei, dan makin drastis menjelang Lebaran," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News