Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin mengungkapkan, pihaknya telah mengurangi luas wilayah konsesi PT Arutmin Indonesia, pasca perusahaan batubara yang terafiliasi dengan Bakrie Group itu mendapatkan perpanjangan operasi hingga tahun 2030.
Arutmin sendiri sebelumnya berstatus sebagai pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang masa kontraknya sudah berakhir pada 1 November 2020. Lalu, pada 2 November 2020, pemerintah melalui Menteri ESDM telah memberikan perpanjangan izin operasi 10 tahun pertama, sehingga status Arutmin kini berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian.
Ridwan mengatakan, saat evaluasi pemberian IUPK, pihaknya memutuskan menciutkan wilayah konsesi Arutmin sebanyak 40,1% dari luas wilayah Arutmin saat masih berstatus PKP2B.
"Ada perubahan, dong (luas wilayah). Lebih kecil (diciutkan) 40,1% yang berkurangnya," kata Ridwan saat ditemui di kantornya, Senin (16/11).
Baca Juga: Harga batubara acuan (HBA) naik 2 bulan beruntun, APBI: Ini sentimen positif
Kata dia, penciutan wilayah tersebut telah mempertimbangkan peningkatan produktivitas Arutmin. Pasalnya, wilayah yang dikembalikan kepada negara adalah wilayah yang sudah tak lagi produktif dan juga wilayah yang menjadi hutan lindung.
"Meningkatkan produktivitas saja. Misalnya ada yang hutan lindung, ada yang dikembalikan ke negara," sebut Ridwan.
PT Arutmin Indonesia memiliki tambang yang berlokasi di Satui, Senakin, Batulicin, dan Asam-asam, Kalimantan Selatan dengan luas mencapai 57.107 hektare (ha). Dengan penciutan 40,1% maka wilayah konsesi dari anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) itu berkurang sekitar 22.900 ha. Dengan begitu, luas wilayah konsesi batubara Arutmin kini tinggal sekitar 34.207 ha.
Selain itu, Ridwan memastikan, setelah menjadi IUPK, kewajiban perpajakan atau penerimaan negara dari Arutmin akan lebih tinggi ketimbang saat berstatus PKP2B.
Namun, ketentuan lebih detail mengenai penerimaan negara tersebut akan diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) tentang perlakuan perpajakan dan penerimaan negara untuk bidang usaha batubara. "Pajak sedang disusun, di Rancangan PP Perpajakan yang baru, itu di Kemenkeu," sebut Ridwan.
Dihubungi terpisah, pihak PT Arutmin Indonesia belum memberikan tanggapan terkait hal ini. Pihak BUMI pun tak banyak berkomentar. Yang jelas, Direktur & Corporate Secretary BUMI Dileep Srivastava menyampaikan bahwa selama 30 tahun beroperasi, Arutmin telah mengusahakan (eksploitasi) lebih dari 60% wilayahnya.
"Arutmin telah mengeksplorasi lebih 60% selama 30 tahun," kata Dileep saat ditanya Kontan.co.id, Senin (16/11).
Baca Juga: Pendapatan meningkat, Darma Henwa (DEWA) sukses bukukan laba per semester I-2020
Sebagai informasi, perpanjangan operasi Arutmin diberikan melalui Keputusan Menteri ESDM Republik Indonesia No. 221K/33/MEM/2020 tentang Izin Usaha Pertambangan Khusus Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian Perpanjangan PT Arutmin Indonesia.
IUPK tersebut diberikan untuk jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun sampai dengan tanggal 1 November 2030 dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan begitu, Arutmin bisa melanjutkan operasi selama 10 tahun ke depan, lalu bisa diperpanjang untuk 10 tahun berikutnya. Merujuk pada Pasal 169 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba), Arutmin bisa mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 tahun, dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Potensi batubara Arutmin tergolong masih tinggi. Berdasarkan data dari Joint Ore Reserves Commite (JORC) Maret 2018, perusahaan batubara yang terafiliasi ke dalam Bakrie Group ini memiliki cadangan batubara Arutmin mencapai 213 juta ton dan memiliki sumber daya sebesar 1,66 miliar ton.
Selanjutnya: Arutmin kantongi IUPK dan perpanjangan operasi 10 tahun, begini kata bos BUMI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News