Reporter: Muhammad Julian | Editor: Noverius Laoli
Ancaman produk impor India dan Vietnam
Namun demikian, penerapan new normal tidak serta merta menyelesaikan semua permasalahan. Menurut Asaki, kenaikan utilisasi produksi ke level 50% di kuartal empat 2020 dan 65% (angka normal) di kuartal I 2021 hanya bisa tercapai dengan asumsi adanya penerapan new normal, implementasi harga gas industri di level US$ 6 per mmbtu, serta adanya dukungan kebijakan berupa penerapan safeguard untuk produk impor keramik dari India dan Vietnam.
Sayangnya, Asaki mencatat bahwa hingga saat ini Kementerian Keuangan belum mengeluarkan India dan Vietnam dari daftar negara yang dikecualikan dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan alilas safeguard.
Baca Juga: Catur Sentosa Adiprana (CSAP) buka satu gerai Mitra10 baru di kuartal I 2020
Akibatnya, arus importasi produk-produk keramik impor dari Vietnam dan India masih tinggi. Menngutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Edy mengungkapkan bahwa importasi keramik dari India meroket 145% pada kuartal I tahun ini dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Seiring dengan hal ini, porsi kontribusi prorduk impor keramik India juga meningkat dari semula 16% menjadi 35% beriringan dengan meningkatnya impor keramik sebesar 14% yoy di kuartal I 2020.
Hal ini sangat disayangkan oleh Asaki, mengingat kapasitas produksi dan kualitas keramik lokal masih mampu untuk memenuhi kebutuhan domestik. Oleh karenanya, Asaki mendesak Kemenkeu untuk segera mengeluarkan India dan Vietnam dari daftar pengecualian safeguard.
Apalagi, saat ini negara-negara Gulf Countries tengah mengeluarkan tammbahan bea masuk antidumping dengan besaran rata-rata 52% terhadap produk India dan China.
“Hal tersebut semakin membahayakan posisi industri keramik domestik karena kemungkinan besar terjadi pengalihan sebagian ekspor yang tadinya untuk negara-negara Arab ke Indonesia,” terang Edy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News