Reporter: Muhammad Julian | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyambut positif keputusan pemerintah untuk membuka kembali aktivitas ekonomi melalui penerapan new normal dan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Asaki meyakini, pembukaan kembali aktivitas ekonomi akan mendorong toko-toko bahan bangunan maupun toko ritel khusus keramik untuk kembali memacu kegiatan usahanya. Hal ini diperkirakan bisa kembali merangsang kenaikan permintaan keramik sebesar 15%-20%.
Baca Juga: Bidik Operasional 50 Gerai Mitra10, CSAP Dihadang Virus Covid-19
Sebelumnya permintaan keramik sempat melesu seiring terganggunya kegiatan operasional toko-toko ritel keramik di tengah penerapan PSBB. Maklum saja, segmen pasar ritel berkontribusi hingga sebesar 75% dalam total serapan domestik produk keramik dalam negeri.
Tak pelak, utilisasi produksi industri keramik nasional sempat merosot ke level 36% dari total kapasitas terpasang sebesar 540 juta per tahun seturut permintaan yanng melesu di bulan April 2020 lalu.
Tidak berhenti sampai di situ angka ini selanjutnya kembali mengalami penurunan ke level 30% pada bulan Mei 2020.
“Pelanggan dan toko-toko bahan bangunan maupun toko ritel khusus keramik selama ini cenderung wait and see mengurangi persediaan dan membatasi pembelian,” kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (14/6).
Baca Juga: Internusa Keramik Alamasri gandeng Mitra10 untuk distribusikan keramik merek Essenza
Dengan dibukanya kembali aktivitas perekonomian, pelaku industri keramik bakal kembali meningkatkan volume produksi dengan tetap memerhatikan protokol pencegahan penularan corona sebagaimana yang sudah dilakukan sebelumnya.
Tidak tanggung-tanggung, utilisasi produksi bahkan diperkirakan bisa merangkak naik ke level 50% di kuartal keempat tahun ini, lalu kembali naik ke level utilisasi normal di angka 65% di kuartal pertama tahun 2021 mendatang.
Ancaman produk impor India dan Vietnam
Namun demikian, penerapan new normal tidak serta merta menyelesaikan semua permasalahan. Menurut Asaki, kenaikan utilisasi produksi ke level 50% di kuartal empat 2020 dan 65% (angka normal) di kuartal I 2021 hanya bisa tercapai dengan asumsi adanya penerapan new normal, implementasi harga gas industri di level US$ 6 per mmbtu, serta adanya dukungan kebijakan berupa penerapan safeguard untuk produk impor keramik dari India dan Vietnam.
Sayangnya, Asaki mencatat bahwa hingga saat ini Kementerian Keuangan belum mengeluarkan India dan Vietnam dari daftar negara yang dikecualikan dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan alilas safeguard.
Baca Juga: Catur Sentosa Adiprana (CSAP) buka satu gerai Mitra10 baru di kuartal I 2020
Akibatnya, arus importasi produk-produk keramik impor dari Vietnam dan India masih tinggi. Menngutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Edy mengungkapkan bahwa importasi keramik dari India meroket 145% pada kuartal I tahun ini dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Seiring dengan hal ini, porsi kontribusi prorduk impor keramik India juga meningkat dari semula 16% menjadi 35% beriringan dengan meningkatnya impor keramik sebesar 14% yoy di kuartal I 2020.
Hal ini sangat disayangkan oleh Asaki, mengingat kapasitas produksi dan kualitas keramik lokal masih mampu untuk memenuhi kebutuhan domestik. Oleh karenanya, Asaki mendesak Kemenkeu untuk segera mengeluarkan India dan Vietnam dari daftar pengecualian safeguard.
Apalagi, saat ini negara-negara Gulf Countries tengah mengeluarkan tammbahan bea masuk antidumping dengan besaran rata-rata 52% terhadap produk India dan China.
“Hal tersebut semakin membahayakan posisi industri keramik domestik karena kemungkinan besar terjadi pengalihan sebagian ekspor yang tadinya untuk negara-negara Arab ke Indonesia,” terang Edy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News