kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asosiasi penambang keluhkan harga jual bijih nikel yang tak sesuai HPM


Selasa, 11 Agustus 2020 / 18:36 WIB
Asosiasi penambang keluhkan harga jual bijih nikel yang tak sesuai HPM
ILUSTRASI. Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tata niaga industri nikel di Indonesia masih menimbulkan masalah. Pasalnya, pihak penambang masih mengeluhkan harga jual bijih nikel yang tidak sesuai dengan Harga Patokan Mineral (HPM).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, para penambang sampai saat ini merasa keberatan karena perusahaan smelter lokal tetap tidak menerima harga bijih nikel sesuai HPM yang berlaku. “Di sisi lain, kami selaku penambang membayar pajak sesuai HPM,” katanya, Selasa (11/8).

Padahal, pembentukan formula HPM berdasarkan kesepakatan bersama antara penambang, pemilik smelter, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga Kemenko Maritim dan Investasi (Marves).

Baca Juga: Aturan tata niaga nikel domestik terlaksana, ini harapan APNI untuk dirjen minerba

Hal ini sesuai dengan hasil rapat koordinasi di Kemenko Marves pada 11 Maret 2020 lalu. Kesepakatan ini pun tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020.

Meidy menyebut, pihaknya kembali membahas masalah implementasi formula HPM dengan Kemenko Marves. Ia juga mengaku, pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengawasi transaksi jual-beli bijih nikel antara penambang dan pemilik smelter.

APNI menyambut positif pembentukan satgas tersebut dengan harapan transaksi jual-beli bijih nikel yang sesuai HPM dapat terlaksana secara konsisten. “Pasti HPM bisa terlaksana, karena smelter akan dicabut izin ekspornya jika pembelian bijih nikel tidak sesuai HPM,” tandas Meidy.

Mengutip berita sebelumnya, wacana pembentukan satgas pengawas transaksi bijih nikel pernah diutarakan oleh Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak. Dia menyatakan, satgas tersebut terdiri dari pihak Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Yunus menargetkan, pembentukan satgas pengawas tersebut bisa terwujud di bulan Agustus. Dari hasil pengawasan satgas ini, ia menegaskan bahwa pemerintah akan memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar ketentuan transaksi jual-beli bijih nikel sesuai HPM.

Sebagai tambahan, berdasarkan data Kementerian ESDM, per semester I-2020, produksi bijih nikel nasional mencapai 15,85 juta ton. Dari jumlah tersebut, 13,19 juta ton atau sekitar 83,21% produksi di semester pertama sudah terserap di pasar dalam negeri.

Baca Juga: Asosiasi Pertambangan sambut Ridwan Djamaluddin sebagai Dirjen Minerba yang Baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×