ILUSTRASI. Pekerja menyelesaikan pembuatan garam tradisional di Kampung Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (12/4/2019).
Reporter: Harry Febrian | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Keputusan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menghentikan layanan SMS premium mendapat keluhan dari asosiasi penyedia konten atawa content provider (CP). Mereka mengeluhkan sistem penghentian yang membabi buta. Padahal, asosiasi CP memandang, tidak semua pelaku berbisnis secara serampangan.
Ferrij Lumoring, Direktur Eksekutif, Indonesian Mobile & Onlince Content Provider Association (IMOCA), menyatakan, mendukung keputusan BRTI tersebut. Bahkan, pihaknya menginginkan agar kebijakan itu berlangsung sejak dahulu sehingga CP yang abal-abal bisa hilang. "Tapi, hal ini jangan sampai membunuh CP yang bekerja dan berbisnis dengan bersih," Ferrij, Senin (17/10).
Ferrij juga khawatir, penghentian layanan ini bisa membunuh seluruh bisnis CP. Padahal, CP tidakhanya menyediakan layanan untuk pengguna perorangan, tapi juga perusahaan. Salah satu contohnya adalah maskapai penerbangan yang menggunakan jasa CP untuk mem-broadcast SMS informasi delay penerbangan. "Kalau aturan BRTI ini membabi buta, layanan semacam ini juga bisa terganggu, akibatnya konsumen yang dirugikan lagi," kata Ferrij.
Seperti diketahui, BRTI pada 14 Oktober lalu telah mengeluarkan Surat Edaran No. 177/BRTI/2011 yang pada intinya akan menghentikan sementara layanan SMS premium paling lambat Selasa (18/10). Setelah itu, pelanggan yang memang ingin menggunakan jasa SMS premium harus mendaftarkan diri lagi untuk bisa kembali menikmati layanan tersebut. Beberapa pihak menilai, keputusan yang diberlakukan untuk semua CP tanpa pandang bulu ini bisa mengganggu perkembangan industri kreatif yang perputaran uangnya mencapai Rp 4,8 triliun per bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Harry Febrian
Editor: Adi Wikanto