kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.931.000   26.000   1,36%
  • USD/IDR 16.454   38,00   0,23%
  • IDX 6.891   58,80   0,86%
  • KOMPAS100 999   8,16   0,82%
  • LQ45 773   6,07   0,79%
  • ISSI 220   2,57   1,18%
  • IDX30 401   2,10   0,53%
  • IDXHIDIV20 474   1,13   0,24%
  • IDX80 113   0,87   0,78%
  • IDXV30 115   0,05   0,04%
  • IDXQ30 131   0,59   0,45%

ATSI: Pola asimetris interkoneksi operator selular masih belum jelas


Rabu, 31 Januari 2018 / 23:13 WIB
ATSI: Pola asimetris interkoneksi operator selular masih belum jelas
ILUSTRASI. Dual Kartu XL dan Axis


Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil verifikasi terkait biaya interkoneksi operator selular yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah diterima oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Dari hasil rekomendasi tersebut, BPKP diduga merekomendasikan pola asimetris. Namun begitu, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI) masih mengharapkan pola simetris.

Ketua ATSI, Merza Fachys mengungkapkan, hingga saat ini belum memahami betul bagaimana skema asimetris yang digagas oleh regulator. "Yang saya dengar begitu (asimetris), tetapi isinya apa, terus terang saya belum baca, karena asimetris bisa bermacam-macam," kata Merza.

Dia mencontohkan, dengan menggunakan pola asimetris, bisa jadi tarif interkoneksi antara Smartfren dan XL dibanderol Rp 100, sementara Smartfren dengan Tri dibanderol Rp 200. Contoh lain, kata dia, ketika Smartfren dengan Indosat dibanderol Rp 100, sementara dari Indosat ke Smartfren dibanderol Rp 200.

Adapun contoh lain, kata dia, ketika Smartfren menghubungi Indosat dan sebaliknya, biaya interkoneksi dibanderol Rp 100, sementara ketika Smartfren menghubungi XL dan sebaliknya, biaya interkoneksi dibanderol Rp 200. Dari sisi business to business (B2B), kata Merza, hal itu tidak tergolong asimetris, namun secara industri termasuk asimetris.

Merza pun menyatakan, untuk biaya interkoneksi, pihaknya lebih mendukung pola simetris atau pola lama. Pasalnya, belum ada kejelasan siapa yang akan mengatur tarif asimetris lantaran setiap operator memasang tarifnya sendiri - sendiri. "Nanti ada hal - hal yang selama ini ingin dihindari, justru malah terjadi, seperti ingin mendominasi," ungkap Merza.

Menurut Merza, banyak hal yang belum jelas terkait pola asimetris tersebut. Polemik mengenai tarif interkoneksi, kata dia semakin melebar, padahal persoalan awal hanya terkait angka atau tarif yang ingin ditetapkan. (Klaudia Molasiarani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×