kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bakal kembangkan bisnis green hydrogen, PGE butuh investasi awal hingga US$ 5 juta


Jumat, 21 Mei 2021 / 17:20 WIB
Bakal kembangkan bisnis green hydrogen, PGE butuh investasi awal hingga US$ 5 juta
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik Pertamina Geothermal Energy (PGE)


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) menargetkan pengembangan bisnis green hydrogen bisa dimulai tahun ini. Karena itu, perusahaan menghitung, kebutuhan investasi awal diperkirakan ada di kisaran US$ 3 juta hingga US$ 5 juta.

Direktur Utama PGE Ahmad Yurianto mengungkapkan, pengembangan green hydrogen direncanakan dapat dilakukan pada wilayah kerja panas bumi (WKP) eksisting yang dimiliki saat ini.

"Kalau kami lihat wilayah kerja, kami bisa bangun green hydrogen belt dan ini masa depan carbon neutral untuk Indonesia. Investasi awal dikisaran US$ 3 juta sampai US$ 5 juta," jelas Ahmad dalam diskusi virtual, Jumat (21/5).

Dia menambahkan, perkiraan biaya investasi tersebut baru meliputi sisi hulu dan belum sampai ke sisi hilir. Selain itu, produksi green hydrogen ditargetkan sebesar 100 kilogram (kg) per hari dan dapat dimulai pada tahun ini.

Kendati demikian, Ahmad memastikan saat ini pihaknya memang masih dalam tahapan kajian awal meliputi Final Investment Decision (FID), teknologi assessment dan market assessment.

Baca Juga: Tahun lalu, Pertamina Geothermal catatkan produksi listrik sebesar 14% di atas target

PGE juga telah melakukan pembicaraan dengan Kementerian terkait antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Ahmad mengungkapkan, tahapan pengembangan bisnis ke green hydrogen telah dimulai saat ini dan ditargetkan pilot project dapat dilangsungkan di tahun 2021 pada salah satu area proyek yang dimiliki.

Dari sisi keekonomian, dia mengakui biaya produksi jenis green hydrogen tergolong lebih tinggi dibanding jenis hydrogen lainnya.

Meskipun begitu, Ahmad optimistis biaya produksi ke depannya dapat terpangkas terdorong dua faktor yakni pengembangan teknologi dalam proses produksi hydrogen serta komponen cost of power.

Di sisi lain, potensi pasar saat ini pun masih cukup terbuka apalagi sejumlah negara punya kebutuhan untuk mendorong target carbon neutral.

"Untuk besarkan pie-nya, kami juga lihat akses dan kaji tidak hanya domestik tapi pasar regional atau beyond regional. Di mana (jika) ada satu pasar yang sudah terapkan target carbon neutral otomatis itu akan jadi potensi," jelas Ahmad.




TERBARU

[X]
×