kontan.co.id
banner langganan top
Minggu, 1 Juni 2025 | : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.888.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.340   30,00   0,18%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%
  • EMAS 1.888.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.340   30,00   0,18%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%
  • EMAS 1.888.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.340   30,00   0,18%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%

Banyak Smelter Tak Patuhi Harga Patokan Mineral, Hilirisasi Mineral Terancam


Rabu, 07 Mei 2025 / 07:00 WIB
Banyak Smelter Tak Patuhi Harga Patokan Mineral, Hilirisasi Mineral Terancam
ILUSTRASI. Penggunaan Harga Patokan Mineral (HPM) sebagai patokan harga batas bawah dalam transaksi jual beli mineral di dalam negeri menimbulkan polemik. ANTARA FOTO/Jojon/Spt.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan Harga Patokan Mineral (HPM) sebagai patokan harga batas bawah dalam transaksi jual beli mineral di dalam negeri menimbulkan polemik.

Hal ini dikarenakan banyaknya smelter di dalam negeri yang membeli bahan baku mineral dengan harga di bawah HPM.

Terkait hal ini, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Sudirman Widhy Hartono mengatakan penetapan HPM sebagai harga acuan oleh pemerintah khususnya melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memang memiliki tujuan positif.

Yaitu untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada indeks mineral global sebagai patokan harga dan meningkatkan kedaulatan ekonomi nasional dalam menentukan nilai komoditas strategis.

Baca Juga: Smelter Bauksit China Tak Patuhi Harga Patokan Mineral yang Ditetapkan Pemerintah

"Namun, kami menyarankan agar KESDM benar-benar harus melihat kondisi pasar yang sebenarnya, sebelum menentukan HPM yang fair baik bagi produsen maupun pembeli," ungkap Sudirman kepada Kontan, Selasa (06/05).

Ia menambahkan, menentukan HPM tanpa melihat kondisi pasar yang sebenarnya justru akan berpotensi menyebabkan terjadinya ketidaksepakatan antara produsen dan pembeli.

"Ini pada akhirnya juga akan berdampak kepada kondisi penerimaan negara jika volume penjualan komoditas pertambangan mineral menurun atau bahkan terhenti," tambahnya.

Ketidaksesuaian HPM Berpengaruh pada Hilirisasi Mineral

Ketika penambang tidak dapat menjual hasil tambangnya karena pembeli, dalam hal ini kepada para pemilik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang enggan membeli  sesuai HPM.

Menurut Perhapi, kerugian akan dirasakan oleh kedua belah pihak. Dari pihak penambang, jika kondisi seperti ini berlangsung terus tanpa ada solusi, maka tentunya akan berakibat kepada terhentinya proses produksi penambangan, contohnya penambang bijih bauksit.

Dari sisi pemilik smelter, dengan berhentinya produksi tambang akan membuat efek domino pada berhentinya berproduksi sebagai akibat ketiadaan bahan baku dalam bentuk bijih.

Opsi Pengembalian HPM Sebagai Basis Penentuan Royalti Mineral

Terkait permasalahan ini, Perhapi menyarankan agar pemerintah melalui Kementerian ESDM mengembalikan aturan HPM seperti sebelumnya. Dimana HPM hanya dijadikan basis untuk perhitungan royalti dan iuran produksi untuk penerimaan negara.

Baca Juga: Kementerian ESDM Beberkan 7 Proyek Smelter Bauksit Masih Mangkrak, Ini Daftarnya

"Sehingga produsen dan buyer dapat melakukan keleluasaan untuk bertransaksi dengan harga yang layak dan dapat disepakati kedua belah pihak secara fair, guna mendapatkan profit margin dan dapat menutupi biaya operasional," kata dia.

Khusus untuk mineral dengan larangan ekspor mentah seperti bauksit dan nikel, Sudirman menambahkan perlu menjadi perhatian pemerintah untuk adalah mempercepat penyelesaian pembangunan smelter-smelter baru.

"Khususnya untuk bijih bauksit, mengingat saat ini masih ada beberapa proyek pembangunan smelter bijih bauksit yang terhenti dengan beberapa alasan, terutama kesulitan dalam hal pendanaan," kata dia.

Pemerintah, tambah Sudirman harus proaktif membantu mencarikan solusi agar isu-isu tersebut dapat dicarikan jalan keluar guna mempercepat pembangunan smelter khususnya untuk bauksit.

"Apalagi negara kita sudah mencanangkan program hilirisasi bauksit dengan target peningkatan produksi alumina dalam negeri," kata dia.

Sebelumnya, dalam catatan Kontan, Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) mengungkap smelter bauksit milik perusahaan China di Indonesia tidak menggunakan HPM dalam membeli bauksit dari para penambang.

Baca Juga: Investasi Sektor Bauksit Rp 12,84 T di Kuartal I 2025 Juga Mengalir ke Non Smelter

Menurut Ketua Umum ABI, Ronald Sulistyanto, harga yang tidak sesuai HPM membuat para pengusaha menghentikan produksi pada tambang mereka.

"Tercatat di kami, dari 69 pengusaha tambang, sekarang hanya sekitar 15 sampai dengan 20 pengusaha saja yang masih berproduksi," ungkap Ronald saat dikonfirmasi Kontan, Minggu (04/05).

Ronald menambahkan, sebagian besar tambang yang masih beroperasi adalah tambang dengan kapasitas yang besar.

"Selebihnya hanya bertahan hidup agar mesin produksinya gak karatan, supaya juga tidak merumahkan karyawannya," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×