Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga Agustus 2019, baru 10 petani atau pekebun plasma dan swadaya yang sudah mendapatkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Padahal, sampai saat ini Komisi ISPO sudah menerbitkan 566 sertifikat ISPO.
total area dari 10 pekebun tersebut pun hanya seluas 6.236 hektare atau hanya 0,1% dari total perkebunan plasma dan swadaya yang seluas 5,8 juta hektare.
Ketua Sekretariat Komisi ISPO Azis Hidayat mengakui, memang untuk meningkatkan penerima sertifikat ISPO yang berasal dari petani atau pekebun adalah tugas yang berat. Padahal menurutnya, petani cukup tertarik untuk memiliki sertifikat ISPO.
Baca Juga: Hingga Agustus, Komisi ISPO telah terbitkan 566 sertifikat
"Sebetulnya kalau selama ini dilakukan sosialisasi dari dinas-dinas, mereka mau [mendapatkan sertifikasi]. Hanya ada yang mengusulkan, sertifikat tanahnya belum kelua," tutur Azis, Selasa (27/8).
Dia pun mengatakan, kendala utama petani untuk mendapatkan sertifikat ISPO berkaitan dengan legalitas lahan.
Menurutnya, banyak petani yang hanya memiliki surat keterangan tanah (SKT), banyak yang belum mendapatkan Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Karena itu menurut Azis, pemerintah harus turut berkomitmen untuk memberikan layanan kepada pekebun.
Baca Juga: Kemenko Perekonomian berharap Perpres tentang ISPO segera terbit
Tak hanya masalah legalitas lahan, Azis pun mengatakan, kendala lain yang dihadapi oleh petani adalah masalah biaya.
Azis pun kerap meminta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk memberikan fasilitas biaya untuk pra-kondisi seperti pembentukan kelembagaan, pembentukan koperasi hingga memberikan pelatihan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News