Reporter: Handoyo | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Kenaikan bea keluar (BK) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada bulan April yang mencapai 13,5% atau lebih tinggi dibandingkan bulan Maret yang hanya 10,5% membuat perusahaan eksportir harus putar otak untuk tetap untung.
MP Tumanggor Komisaris PT Wilmar Indonesia mengatakan, kenaikan BK CPO tentu saja membuat margin keuntungan yang diterima eksportir mengecil. "Prinsip pedagang kalau selama masih untung dijual. Jelas mengurangi keuntungan eksportir (kenaikan BK)," ujar Tumanggor, Selasa (1/4).
Walau demikian, Tumanggor bilang para pengusaha tidak dapat berbuat banyak atas kebijakan tersebut. Asal tahu saja, penerapan BK CPO yang berlaku di Indonesia selama ini disesuaikan dengan pergerakan tren harga CPO. Semakin tinggi harga CPO, maka BK CPO yang dikenakan juga semakin besar.
Sebagai gambaran saja, Wilmar International setiap tahun mengelola minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) rata-rata sebanyak 4 juta ton-5 juta ton. Sebagian besar cpo yang dikelola oleh Wilmar International dibeli dari perusahaan perkebunan di Indonesia, sedangkan sebagian kecil atau sekitar 1 juta ton dihasilkan dari perkebunan sendiri.
Tumaggor merinci, jumlah CPO yang dikelola tersebut, sebanyak 1 juta ton CPO diproduksi untuk biodiesel, 3 juta ton untuk produksi Olein atau minyak goreng, dan 1 juta ton CPO di ekspor. Untuk minyak goreng pasarnya beragam, sebanyak 2 juta ton di ekspor kebeberapa negara seperti China, India, Pakistan dan Eropa, sedangkan 1 juta ton untuk dipasarkan didalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News