Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Peternak bebek yang tergabung dalam Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) memprotes kebijakan pemerintah yang membuka keran impor bebek dari Malaysia. Masuknya bebek dari negeri jiran tersebut berpotensi membuat bisnis peternak unggas lokal bangkrut.
Dampaknya pun sudah terasa. Saat ini, harga bebek lokal jatuh dari sebelumnya rata-rata Rp 24.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 19.000 per kg.
Ketua Umum Himpuli Ade M.Zulkarnain mengatakan impor bebek sudah dilakukan sekitar enam bulan yang lalu dan merupakan impor yang pertama kali terjadi.
Ada tujuh perusahaan yang mendapatkan izin impor bebek mereka adalah PT Agro Boga Utama, UD Multi Jaya Abadi, PT Indoguna Utama, PT Batam Frozen Food, PT Dewi Kartika Inti, PT Dua Putra Perkasa Pratama, dan PT Global Berkat Sukses.
"Diantara importir itu, ada yang terindikasi kuat melakukan penyelundupan," ujar Ade kepada KONTAN, Rabu (14/12).Maklum, selain impor resmi, sebelumnya cukup banyak bebek ilegal yang masuk ke Indonesia.
Menurut Ade pada bulan September 2016 lalu, Balai Karantina Pertanian Wilayah Kerja Bakauheni mengamankan 2.100 ekor bebek peking dari Malaysia yang tidak disertai dokumen. Bebek yang ditemukan itu merupakan milik salah satu importir.
Himpuli menyatakan, pemasukan bebek Malaysia itu memang sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, yakni Permentan No. 34 Tahun 2016 tentang pemasukan karkas, daging dan jeroan.
Namun, Ade meminta agar pemerintah dan industri mengutamakan penyerapan produksi bebek lokal ketimbang impor. "Kami juga mendorong swasta membangun rumah potong bebek yang higienis," tambahnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemdag) Dody Edward tidak membantah adanya izin impor bebek itu. Namun, ia enggan membeberkan berapa volume impor yang diberikan kepada ketujuh importir bebek tersebut.
Namun setelah mendapatkan keluhan dari peternak ayam, Kemdag berjanji akan mencari jalan keluarnya. "Saya lagi koordinasi dengan Kemtan mengenai hal ini," ujar Dody.
Serap bebek lokal
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kemtan I.Ketut Diarmita mengatakan, pihaknya telah mengetahui permasalahan yang dialami Himpuli.
Namun Kemtan menolak disalahkan karena penerbitan rekomendasi impor dilakukan bila telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis dan berasal dari negara dan unit usaha yang telah terdaftar.
Dalam rekomendasi impor yang keluarkan Kemtan disebutkan, penggunaan karkas bebek eks impor hanya untuk hotel, restoran, dan katering, serta industri dan pasar yang memiliki fasilitas rantai dingin atawa pasar modern.
Jadi apabila peredaran karkas bebek eks impor sesuai dengan rekomendasi yang diterbitkan, seharusnya tidak ada permasalahan sebagaimana yang dilaporkan Himpuli. "Karena sudah ada perbedaan segmentasi pasar antara karkas bebek impor dan lokal," tutur Ketut.
Namun Ketut mengakui pengawasan terhadap peredaran bebek eks impor ini masih lemah, sehingga memungkinkan terjadinya penyimpangan. Untuk itu, Kemtan telah melakukan sejumlah langkah antisipasi.
Pertama, meminta asosiasi importir menyerap karkas bebek lokal. Kedua segera melakukan pertemuan dengan semua instansi terkait untuk meningkatkan pengawasan dan mencari solusi terkait peredaran karkas bebek eks impor di pasaran. Dengan begitu, peternak lokal tidak dirugikan oleh kebijakan impor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News