kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   15.000   0,94%
  • USD/IDR 16.290   50,00   0,31%
  • IDX 7.257   75,31   1,05%
  • KOMPAS100 1.072   13,85   1,31%
  • LQ45 846   11,73   1,41%
  • ISSI 216   3,00   1,41%
  • IDX30 435   5,37   1,25%
  • IDXHIDIV20 520   7,40   1,44%
  • IDX80 122   1,62   1,34%
  • IDXV30 124   0,62   0,50%
  • IDXQ30 143   2,07   1,47%

Beda Pandangan, Ini Catatan Muhammadiyah dan NU terkait Usulan Revisi UU Minerba


Rabu, 22 Januari 2025 / 19:17 WIB
Beda Pandangan, Ini Catatan Muhammadiyah dan NU terkait Usulan Revisi UU Minerba
ILUSTRASI. Usulan revisi UU Minerba ini awalnya berasal dari inisiatif Baleg DPR RI yang kemudian dibahas pada disepakari menjadi usulan inisiatif DPR. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/aww.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua organisasi masyarakat keagamaan islam terbesar dan tertua di Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah terkait usulan perubahan keempat Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).

Usulan revisi yang berasal dari inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini ditanggapi berbeda oleh keduanya. Hal ini disampaikan saat hadir di gedung DPR pada Rabu (22/1).

Catatan Muhammadiyah

Salah satu yang menjadi poin Muhammadiyah adalah pasal 51 A dan 51 B yang diselipkan diantara pasal 51 dan 52 pada revisi UU Minerba. Pasal tersebut memberikan akses kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang. Perwakilan Muhammadiyah, Syahrial Suandi menyebut bahwa pihaknya melihat tidak semua perguruan tinggi memiliki kemampuan untuk mengelola tambang.

"Di dalam pasal 51A ayat 2 butir B, tentang pemberian prioritas kepada perguruan tinggi dengan status paling rendah akreditasinya adalah B. Kami melihat tidak semua perguruan tinggi punya kemampuan dan punya prodi pertambangan dan geologi," ungkap Syahrial di gedung DPR, Rabu (22/01).

Baca Juga: Perguruan Tinggi Kelola Tambang adalah Bentuk Lepas Tanggung Jawab Pemerintah

Ia menambahkan, sekalipun perguruan tinggi memiliki prodi pertambangan dan geologi, tidak semua memiliki akreditasi terbaik.

"Padahal kita melihat, pengelolaan tambang itu satu kegiatan dari hulu ke hilir, terintegrasi pada semua aspek yang ada. Jadi ini perlu diperjelas nantinya kalau menurut kami," kata dia.

Selain pasal 51 A, Muhammadiyah juga mengkritik usulan pada pasal 51B. Dimana, tertulis bahwa izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral Logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.

"Kami menganggap apakah tidak sebaiknya ini dikelola oleh BUMN saja Pak? Kenapa demikian? Diserahkan kepada swasta apalagi PMA juga utang juga jatuhnya ke bank nantinya. Saya pikir ini pemikiran kami," tambahnya.

Catatan juga disematkan Muhammadiyah pada pasal 17A ayat 2, yang tertulis bahwa pemerintah pusat dan daerah menjamin tidak ada perubahan pemampatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pada WIUP Mineral Logam dan WIUP Batu Bara yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

"Kami melihat begini, perlu ada sinkronisasi di antara undang-undang terkait dengan pertambangan ini," tambahnya.

Kemudian Muhammadiyah pun meminta diberi penjelasn lebih lanjut mengenai status tambang rakyat dalam revisi UU Minerba tersebut.

"Karena dalam perjalanan kita, kita sulit membedakan antara tambang rakyat dengan tambang mengatasnamakan rakyat yang sebetulnya ilegal. Ini menjadi kesulitan," katanya.

Baca Juga: Revisi UU Minerba, Pengamat Sebut Ada Potensi Kehilangan PNBP

Catatan NU

Disisi lain, NU yang saat itu diwakili oleh Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla mengatakan bahwa pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan adalah bagian dari nomenklatur public policy atau yang biasa disebut dengan affirmative action.

"Kebijakan yang memberikan afirmasi kepada kelompok tertentu. Jadi ini bukan diskriminasi, ini sebetulnya justru kebijakan yang tujuannya untuk meng-address adanya praktek-praktek pengelolaan tambang yang selama ini menjadi monopoli dari korporasi," kata Ulil saat ditemui Kontan, Senin (22/01).

Adapun terkait dengan perguruan tinggi, Ulil menyatakan jika revisi ini diterima pihaknya yang juga memiliki perguruan tinggi tidak akan mengajukan tambang kembali.

"Saya belum tahu, tapi yang jelas sekarang ini kalau kebijakan PBNU, udahlah kita menangani ini saja. Tapi saya jamin kita nggak akan melebar ke perguruan tinggi NU, tidak akan meminta konsesi ya," tambahnya.

Baca Juga: PBNU Targetkan Produksi Batubara Pertama di Pertengahan Tahun 2025

Dalam paparannya, Ulil menyampaikan bahwa dalam usulan revisi ini dipastikan akan ada kontroversi dan perbedaan pendapat mengenai konsesi tambang atau pertambangan mineral dan batu bara.

"Bagi saya kontroversi semacam ini adalah kontroversi yang sehat karena menguji argumen masing-masing pihak di dalam isu yang sangat penting ini," katanya.

Tetapi bagi NU tambah dia, dalam menggunakan pandangan-pandangan keagamaan yang ada di dalam tradisi, terutama tradisi pesantren, kebijakan publik publik policy, apapun itu bentuknya, sudah pasti akan menimbulkan aspek positif dan aspek negatif.

"Jika menggunakan bahasa pesantren, ada maslahat dan ada mafsadahnya. Setiap kebijakan publik pasti mengandung dua aspek ini, tidak ada kebijakan atau jarang ada kebijakan yang seluruhnya mengandung masalahat atau seluruhnya mengandung mafsadat," katanya.

Secara umum, Ulil menambahkan pihaknya mendukung adanya revisi dalam UU Minerba tersebut.

"Tidak ada pasal-pasal yang secara spesifik kami keberatan, ya oke lah. Makanya kami mendorong supaya cepat disahkan, revisi undang-undang ini," tutupnya. 

Selanjutnya: BSI Dapat Alokasi KUR Syariah Rp 17 Triliun Pada Tahun 2025

Menarik Dibaca: 5 Kebiasaan Sehat yang Harus Diajarkan kepada Anak Setiap Hari, Orang Tua Wajib Tahu!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×