Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mesti menanggung beban PPN 10% dari pembelian batubara lantaran komoditas tersebut sekarang berstatus sebagai Barang Kena Pajak (BKP) sesuai UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan, penambahan PPN pada pembelian batubara akan berdampak pada kenaikan biaya pembangkitan berbasis batubara milik PLN. Sehingga berpotensi mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan pelat merah tersebut.
Namun di sisi lain, kebijakan baru ini juga akan membuat PLN dapat berpeluang memperoleh biaya produksi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang lebih realistis.
Baca Juga: Kebutuhan investasi untuk mencapai bauran EBT 23% mencapai US$ 7 miliar per tahun
Ditambah lagi, PLN juga bisa mendapatkan restitusi pajak seiring status batu bara yang kini menjadi BKP. “Jadi, kalaupun biaya pembangkitan naik, PLN bisa mengurangi pajak perusahaan,” kata dia, Senin (14/12).
Fabby melanjutkan, dengan adanya pengenaan PPN pada batubara, PLN dapat menghitung kembali optimasi pembangkit dan memasukkan kapasitas pembangkit energi terbarukan yang lebih besar.
Ini mengingat PLN dapat menghemat biaya operasional melalui penggunaan pembangkit berbasis energi terbarukan. “Pembangkit energi terbarukan memiliki biaya opex lebih kecil, karena tidak ada biaya bahan bakar,” imbuhnya.
Terkait pemulihan kondisi keuangan PLN, Fabby menilai bahwa kuncinya terdapat pada kebijakan tarif listrik. Selama tarif listrik tidak mengalami perubahan, maka akan sulit bagi PLN meningkatkan kinerjanya secara cepat dan signifikan.
PLN pun mesti bisa mengurangi konsumsi batubara secara signifikan agar tidak membebani kondisi keuangannya.
Asal tahu saja, PLN menderita rugi bersih sebesar Rp 12,14 triliun hingga kuartal III-2020. Padahal, di periode yang sama tahun lalu, PLN masih mampu mencetak laba bersih sebanyak Rp 10,84 triliun.
Dihubungi terpisah, Vice President Public Relations PLN Arsyadany Ghana Akmalaputri tidak banyak bicara terkait dampak status batubara sebagai BKP terhadap kelangsungan usaha PLN. Ia hanya memastikan bahwa PLN tetap mengikuti aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah.
“PLN akan mengikuti aturan sesuai dengan yang tertuang dalam peraturan yg berlaku,” ujar dia, Senin (14/12).
Dalam berita sebelumnya, Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo mengaku, kebijakan pengenaan PPN 10% pada batubara berpengaruh terhadap arus kas PLN.
Meski tetap mengikuti ketentuan yang berlaku, PLN tengah berkonsultasi dengan pemerintah dan menyampaikan implikasi atas kebijakan tersebut kepada Menteri Keuangan.
Rudy juga belum membeberkan sejauh mana pengenaan PPN 10% untuk pembelian batubara berdampak pada struktur biaya PLN terhadap tarif listrik. PLN pun menegaskan bahwa tarif listrik yang disediakan kepada para pelanggan masih tetap mengikuti ketentuan dari pemerintah.
Baca Juga: PLN syaratkan peringkat keuangan bagi IPP, begini tanggapan AESI
“Kami mengikuti ketentuan tarif yang diberlakukan pemerintah,” tegas Rudy, Minggu (13/12).
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama membenarkan bahwa sesuai UU Cipta Kerja yang telah berlaku maka batubara saat ini mesti dikenakan PPN.
Ia mengaku, dampak pengenaan PPN pada batubara terhadap kelangsungan usaha PLN sedang dibahas dengan beberapa stakeholder terkait, termasuk PLN itu sendiri dan Kementerian ESDM. Namun, ia belum bisa menjelaskan lebih lanjut perihal perkembangan pembahasan dan penyelesaian masalah tersebut.
“Ditunggu perkembangan saja,” ucapnya, Jumat (11/12).
Asal tahu saja, batu bara kini merupakan bagian dari BKP yang atas penyerahannya terutang PPN sesuai dengan Pasal 112 UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 4A UU No. 42 Tahun 2009.
Selanjutnya: Kemenkeu bahas dampak pemberian PPN 10% batubara terhadap kelangsungan usaha PLN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News