Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
Kemudian, dalam revisi ini diubah menjadi badan usaha pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% secara berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan/atau badan usaha swasta nasional.
Pengaturan ini sempat memunculkan perdebatan. Sebab, pemerintah menginginkan besaran kewajiban divestasi tidak dicantumkan dalam undang-undang, melainkan cukup dalam Peraturan Pemerintah. Selain itu, pemerintah pun menolak adanya klausula "secara langsung" yang sebelumnya disematkan dalam kewajiban divestasi 51% tersebut.
Baca Juga: Warga berusia 45 tahun ke bawah boleh kembali bekerja, tapi hanya untuk 11 sektor ini
"Jadi, pemerintah minta angka 51% di-drop, tapi kami tolak. Ketika harmonisasi, pemerintah tetap meminta hal yang sama, tetap kami tolak. Sekarang divestasi tetap 51% tapi berjenjang pemberiannya," kata Ketua Panja revisi UU Minerba Bambang Wuryanto dalam Pembicaraan Tingkat I, pada Senin (11/5).
Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pengaturan terkait hilirisasi dan divestasi tersebut sangat penting karena berkaitan dengan investasi pertambangan di Indonesia. Menurut Arifin, frasa "secara berjenjang" artinya divestasi dilakukan secara bertahap baik dari segi waktu dan kemampuan pemerintah atau badan usaha pembeli saham.
"Kita harus realistis investasi baru akan lihat return kapan, nilai keekonomian berapa IRR (internal rate of return) cepat atau lambat. Ini kita lihat mereka investasi akan memberikan proposal mengenai berapa yang akan diinvestasikan saat itu, kita menyatakan anda wajib divestasi di tahun sekian," kata Arifin.
Baca Juga: Pandemi corona menekan permintaan, deflasi produsen (PPI) China semakin curam
Adapun, naskah dari revisi UU minerba ini menegaskan peraturan pelaksanaan harus ditetapkan dalam waktu satu tahun sejak Undang-undang ini berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News