Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi barang tambang mineral dan batubara (minerba) diklaim tidak terganggu wabah corona. Menurut Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, produksi mineral juga masih sesuai rencana.
Bambang menyebut, target produksi mineral pada tahun 2020 ini memang berfluktuasi. Menurut Bambang, perusahaan pun menyesuaikan target produksi dengan proyeksi pasar, pergerakan harga dan juga kesiapan teknis operasional.
Bambang pun merinci target produksi mineral per komoditas dan juga realisasinya hingga 6 Maret 2020. Pada tahun ini, target produksi katoda tembaga sebesar 291.000 ton, lebih tinggi dibanding tahun lalu yang berada di angka 176.400 ton. Hingga 6 Maret 2020, realisasinya baru mencapai 1.255 ton.
Baca Juga: Kelanjutan konstruksi proyek smelter dalam ancaman wabah corona
Bambang bilang, produksi tembaga serta emas dan perak sebagai mineral ikutan, sangat bergantung dari PT Freeport Indonesia (PTFI) yang pada tahun ini masih dalam masa transisi tambang bawah tanah. Sehingga tingkat produksinya belum optimal. Kendati begitu, produksi PTFI pada tahun ini disebutkan lebih meningkat dibanding tahun lalu.
"Produksi dipengaruhi oleh aktivitas terbesar, Freeport. Pada tahun 2020 mulai naik lagi (produksi). Tahun 2022 menjadi puncaknya ke volume yang ideal," ungkap Bambang di Kantornya, Kamis (12/3).
Sementara itu, untuk target produksi emas, tahun ini ditetapkan sebesar 120 ton, naik dari tahun lalu yang sebesar 108,2 ton. Hingga 6 Maret, realiasi produksi logam emas sebanyak 3,15 ton atau 2,5% dari target.
Sedangkan untuk perak, target pada tahun ini sebesar 290 ton atau turun dari tahun lalu yang sebesar 481,5 ton. Realisasi per 6 Maret mencapai 3,42 ton atau 3,21% dari target. Sedangkan untuk timah, rencana produksi tahun ini sebesar 70.000 ton atau lebih mini dari tahun lalu yang sebesar 76.100 ton.
Hingga 6 Maret 2019, realisasi produksi timah mencapai 6.059 ton atau 9,3% dari target. "Saya kira Timah relatif stabil dalam rata-rata produksi antara 70.000-80.000 ton," kata Bambang.
Sementara untuk produk olahan nikel, produk nikel matte ditargetkan mencapai 78.000 ton atau lebih tinggi dari tahun lalu yang sebesar 71.000 ton. Hingga 6 maret, realisasi produksi nikel matte mencapai 12.868 ton atau 16,5% dari target.
Baca Juga: Freeport dan Amman Mineral menunggu rekomendasi ekspor yang baru
Untuk produk nikel olahan, target produksi tahun ini ditetapkan sebesar 2.023.490 ton atau lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya sebesar 1.786.400 ton. Produk olahan nikel tersebut terdiri dari Nikel Pig Iron (NPI) dan FerroNikel. Hingga 6 Maret, realisasi Ferro Nikel sebesar 178.436 ton atau 32,24% dari target, sedangkan NPI mencapai 69.912 ton atau 17,48% dari target tahunan.
Menurut Bambang, kenaikan produksi pada produk olahan nikel terjadi seiring dengan penambahan smelter yang beroperasi serta percepatan larangan ekspor bijih mentah atau nikel ore. Sehingga, serapan yang diolah di dalam negeri menjadi terangkat.
"Produk nikel olahan naik karena banyak smelter yang dibangun, juga bijih yang diolah di dalam negeri," ungkap Bambang.
Baca Juga: Permen ESDM Nomor 4/2020 tentang energi terbarukan terbit, apa saja poinnya?
Bambang menyebut, pada tahun lalu realisasi produksi bijih nikel tercatat sebanyak 60,95 juta ton, meningkat drastis dari realisasi tahun 2018 yang hanya sebesar 22,14 juta ton. Ekspor bijih nikel pada tahun lalu juga tercatat naik menjadi 30,19 ton dibanding tahun 2018 yang sebanyak 20,07 juta ton.
Sementara untuk tahun ini, Bambang memprediksi produksi bijih nikel hanya berkisar di angka 30-an juta ton. Sementara realisasi hingga Februari 2020 tercatat mencapai 3,89 juta ton.
"Kenaikan di 2019 itu memang situasional, psikologis karena pemerintah menerapkan larangan ekspor. Perhitungan saya (produksi bijih nikel) untuk memasok kebutuhan di dalam negeri sekitar 30-an juta ton," ungkapnya.
Sementara itu, untuk produksi bijih bauksit, pada tahun lalu tercatat sebanyak 16,59 juta ton. Sedangkan volume ekspor bijih bauksit tahun 2019 sebesar 16,10 juta ton.
Hingga Februari 2020, realisasi produksi bijih bauksit mencapai 3,77 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2,54 juta ton telah diekspor.
Adapun, untuk jenis konsentrat. Pada tahun 2019, realisasi produksi konsentrat tembaga berada di angka 1,64 juta ton. Lebih mini dari tahun 2018 yang sebesar 2,52 juta ton. Ekspor konsentrat tembaga tahun 2019 mencapai 707.216 ton, turun lebih dari separuh dari ekspor tahun 2018 yang sebanyak 1,66 juta ton.
Hingga Februari 2020, produksi konsentrat tembaga tercatat sebesar 149.508 ton dan volume ekspor sebanyak 33.513 ton.
Baca Juga: Industri smelter di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan berat, apa saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News