kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini Respons Asaki Terhadap Tarif Pajak Konsumsi Listrik dari EBT


Rabu, 17 Januari 2024 / 17:33 WIB
Begini Respons Asaki Terhadap Tarif Pajak Konsumsi Listrik dari EBT
ILUSTRASI. Asaki buka suara terkait penetapan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/03/2017.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) buka suara terkait penetapan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PJBT) atas tenaga listrik yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2022.

Dalam Pasal 58 ayat (3), tarif PBJT untuk konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam ditetapkan paling tinggi sebesar 3%. Hal ini disinyalir dapat berdampak pada pelaku usaha yang telah memanfaaatkan sumber energi baru terbarukan (EBT) untuk keperluan operasionalnya.

Ketua Umum Asaki Edy Suyanto menyampaikan, saat ini paling sedikit sudah ada 4 industri keramik yang menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap untuk kegiatan operasional.

Baca Juga: Tahun Ini, Asaki Proyeksikan Produksi Keramik Indonesia Tumbuh Positif

Adanya penetapan tarif pajak konsumsi listrik maksimal 3% untuk industri pengguna PLTS Atap dianggap kontraproduktif dengan semangat dan komitmen pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat.

Seharusnya pemerintah mampu memberikan insentif untuk industri-industri yan menerapkan konsep industri hijau melalui pemanfaatan EBT. “Bukan malah sebaliknya membebani industri-industri dengan pengenaan pajak,” kata Edy, Rabu (17/1).

Pihak Asaki pun memperkirakan tren pemanfaatan PLTS Atap di industri keramik nasional akan terus berlanjut jika pemerintah gencar memberikan insentif. Minimal pemerintah tidak mengenakan pajak atas penggunaan EBT, mengingat adanya kepedulian dari industri keramik terhadap penurunan emisi gas rumah kaca sesuai target National Determined Contribution (NDC) Indonesia pada 2030 maupun emisi karbon netral pada 2060 mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×