kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beras organik laris manis di pasaran


Rabu, 20 Oktober 2010 / 07:46 WIB
Beras organik laris manis di pasaran
ILUSTRASI. Penambahan gedung baru perkantoran Jakarta


Reporter: Raka Mahesa W |

JAKARTA. Penjualan beras organik menunjukan peningkatan di tahun 2010. Achgus Sunindar, Pemilik Citra Organik, produsen beras organik mencatat, penjualan Januari-pertengahan Oktober 2010 meningkat sebesar 30% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi 70 ton.

Menurutnya, kenaikan penjualan ini terjadi karena permintaan masyarakat di perkotaan terhadap beras organik sangat besar. Selama ini, Citra Organik memasarkan 50% berasnya di Jakarta. Sedang sisanya di Surabaya, Bandung dan Solo. “Konsumen beras organik baru menengah ke atas saja,” kata Achgus kepada KONTAN, kemarin.

Antonius Gesang Wibowo, pemilik Wibowo Organik, agen penjualan beras organik di Jakarta mengatakan, meski baru tiga bulan menggeluti usaha ini dan volume penjualannya masih kecil, namun terus naik.

Wibowo menyebutkan, pada Agustus lalu ia baru bisa menjual 100 kilogram (kg), tetapi di September dan Oktober sudah naik menjadi 200 kg dan 300 kg. Dari setiap kilogram beras, perusahaan ini meraup keuntungan Rp 1.000 - Rp 2.000. “Saya mau coba mulai masuk ke supermarket tapi kita masih butuh persiapan. Terutama untuk kemasannya,” tukasnya.

Pemasaran beras organik memang masih terbatas. Sebab, harganya relatif mahal. Contohnya, beras organik Cimelati dijual Rp 10.500 per kg dan Rajalele Rp 13.000 per kg. Achgus bilang, mahalnya harga jual ini disebabkan produktivitas beras organik lebih rendah dibanding beras non-organik. Sebagai perbandingan, satu hektare sawah organik hanya bisa memproduksi 3-4 ton beras. Sedang produktivitas beras non-organik bisa 5-6 ton per hektare.

Untuk mengantisipasi kondisi ini, Citra Organik sendiri mulai memproduksi beras dengan harga lebih murah yakni Rp 9.000 per kg. Menurut Achgus, dengan harga itu, beras organik bisa diserap oleh pasar yang lebih bawah.

Sayang, meski permintaan beras organik naik, Selama Januari hingga sekarang ini, produsen kini tengah mengalami masalah produksi kakrena wereng. “Sawah kami yang di Delanggu (Solo) berkali-kali gagal panen gara-gara wereng," kata Achgus.

Data Kementerian Pertanian memperlihatkan, serangan wereng tahun ini jauh lebih ganas ketimbang sebelumnya. Selama Januari hingga Agustus 2010, wereng sudah menyerang 105.375 hektare tanaman padi, melejit 351,26% dibanding periode yang sama tahun lalu seluas 23.351 hektare. Dari jumlah itu, sawah yang mengalami gagal panen (puso) berjumlah 4.161 hektare, melonjak 607,65%. Menurut Achgus, setiap kali gagal memanen beras organik, ia harus merugi Rp 8 juta per hektare. Padahal, dalam delapan bulan, ia mengalami empat kali gagal panen.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto bilang, mengganasnya wereng disebabkan petani enggan memutus siklusnya dengan tanaman Palawija. “Pemerintah bukan tidak melakukan apa-apa, kita sudah bilang siklus harus diputus. Tapi mereka tetap menanam padi,” katanya.

Padahal, selama ini, pemerintah sudah memberikan bantuan pupuk dan benih jagung. Padahal, jagung bisa saja ditanam saat musim hujan asalkan saluran irigasinya mendukung. Pengendalian wereng juga semakin sulit manakala petani tidak melakukan penanaman secara serentak. Akibatnya wereng terus mendapat makanan. Tapi, lag-lagi, Gatot menampik tudingan bahwa pemerintah tidak memperhatikan petani.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×