Reporter: Handoyo | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Rencana pemberian insentif berupa subsidi bagi produsen biodiesel nonĀ public service obligationĀ (PSO) melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit ditanggapi positif oleh pelaku usaha.
Mereka menilai, kebijakan ini akan meringankan beban pengusaha di tengah lesunya pasar ekspor. "Dengan adanya insentif, tentunya akan memberikan dampak bagi perusahaan-perusahaan biodiesel kecil di saat pasar ekspor melemah," kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor, Rabu (3/4).
Seperti diketahui, hampatan ekspor minyak nabati yang berasal dari sawit di luar negeri utamanya Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) masih kencang. Oleh karena itu, dengan insentif ini tentu akan memberikan angin segar bagi perusahaan-perusahaan baru.
Senada dengan Tumanggor, Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan bilang dengan dengan kebijakan pencampuran biodiesel untuk bahan bakar yang ditingkatkan terus hingga mencapai 20% atau B20, maka serapan ke pasar semakin banyak. Walhasil, utilisasi produksi akan meningkat.
Selama ini realisasi produksi biodiesel dalam negeri masih kecil. Dari total kapasitas terpasang sebesar 11 juta liter per tahun, produksi terpakainya masih sekitar 6 juta liter per tahun.
Sekadar catatan, skema pemberian insentif bagi perusahaan biodiesel untuk kebutuhan PSO dan non PSO saat ini tengah digodok secara intensif antar pemangku kepentingan yang terkait.
Usulannya, subsidi biodiesel ini akan dibagi dalam dua kategori yakni untuk PSO dengan besaran subidi Rp 4.000 per liter dan Rp 2.000 per liter. Namun, untuk mengimplementasikan kebijakan ini masih diperlukan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres).
Subsidi yang diberikan juga tidak mengambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun dari hasil pungutan dari perusahaan eksportir minyak sawit yang dikelola oleh BPDP Kelapa Sawit.