kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Biaya Energi Berpotensi Naik, Begini Dampaknya Bagi Industri Logistik


Selasa, 28 Desember 2021 / 18:12 WIB
Biaya Energi Berpotensi Naik, Begini Dampaknya Bagi Industri Logistik
ILUSTRASI. SPBU Pertamina. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) turut menanggapi dampak dari potensi kenaikan biaya energi terhadap sektor industri logistik.

Sebagaimana diketahui, wacana penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite tengah mencuat seiring upaya pemerintah melalui Kementerian ESDM yang ingin lebih fokus pada penggunaan BBM yang ramah lingkungan. Pemerintah juga berencana melakukan penyesuaian tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan nonsubsidi pada semester II-2022.

Tak hanya itu, biaya energi lainnya juga naik seiring langkah PT Pertamina (Persero) yang telah mengerek harga gas LPG ukuran 5,5 kg dan 12 kg. Adapun harga LPG ukuran 3 kg tidak mengalami kenaikan lantaran masih disubsidi pemerintah.

Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, kenaikan harga bahan bakar yang cepat dapat memiliki efek yang tertunda dan menghancurkan pada perusahaan logistik atau manajemen pengiriman.

Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Tetap Jual Pertalite di Tahun Depan

Jika BBM jenis Premium dan Pertalite jadi dihapuskan, maka perusahaan manajemen angkutan mesti shifting menggunakan BBM jenis Pertamax yang notabene harganya lebih mahal, sehingga bisa meningkatkan biaya bahan bakar.

Kenaikan biaya bahan bakar biasanya akan memaksa operator untuk ikut menaikkan harga atau mereka akan menderita kerugian finansial. “Ketika operator menaikkan tarif, kenaikan itu akhirnya diteruskan ke konsumen sebagai harga barang yang lebih tinggi dan biaya transportasi yang lebih besar,” ungkap Yukki, Selasa (28/12).

Ia menambahkan, kenaikan biaya jasa logistik sangat bergantung pada seberapa besar kenaikan biaya BBM-nya. Sebab, komponen BBM dalam transportasi berkontribusi sekitar 40%--60% dari total biaya operasional. Dengan begitu, apabila biaya BBM meningkat, maka biaya jasa logistik dapat naik mencapai kisaran 8%-10%.

Sebenarnya, fluktuasi harga bahan bakar bukanlah hal yang asing bagi pelaku industri logistik dan merupakan situasi yang akrab bagi perusahaan rantai pasokan. Berbagai strategi pun telah diupayakan oleh pelaku industri tersebut.

Salah satunya, banyak perusahaan rantai pasokan yang telah fokus untuk mengurangi biaya transportasi sebagai adopsi strategi untuk menyelamatkan usaha dari dampak kenaikan biaya energi.

Upaya konsolidasi juga diterapkan dengan mengurangi jumlah operator dan mengkonsolidasikan kebutuhan rantai pasokan melalui sumber tunggal. Dalam hal ini, lebih sedikit operator berarti lebih banyak volume bisnis dan potensi paket diskon untuk layanan transportasi.

Selain itu, perusahaan terkait logistik juga perlu memikirkan cara untuk terus meningkatkan operasi dan layanan yang lebih efisien. “Bagi yang ingin mengurangi risiko, mereka mungkin akan mengunci eksposur risiko harga bahan bakar guna membantu menjamin jumlah anggaran mereka untuk tahun tersebut,” terang Yukki.

Baca Juga: Premium dan Pertalite Bakal Dihapus, Begini Rencana Pemerintah

Di luar itu, perusahaan logistik juga melakukan langkah tertentu yang disebut Nearshoring, yaitu upaya mengurangi panjang transportasi produk dalam rantai pasokan. Hal ini melibatkan sumber produk dan bahan baku dari lokasi yang dekat dengan pasar akhir dalam usaha mengurangi biaya transportasi.

Terlepas dari adanya potensi penyesuaian biaya energi, Yukki menyebut bahwa perusahaan logistik, forwarding, maupun rantai pasok tetap berpeluang melakukan ekspansi bisnis. Perusahaan di sektor ini harus selalu dapat menyesuaikan diri dalam kondisi apapun karena perusahaan logistik bertindak layaknya jantung pada manusia, sehingga akan selalu dibutuhkan.

“Sepanjang ada arus investasi masuk dan konsumsi masyarakat yang terus berkembang, perusahaan logistik akan ekspansi sesuai perkembangan pasar,” pungas Yukki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×