kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.395.000 0,87%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Biaya pengembangan rusunami naik 10% per tahun


Jumat, 15 April 2011 / 12:28 WIB
Biaya pengembangan rusunami naik 10% per tahun
ILUSTRASI. Seorang tentara Korea Utara terlihat di samping pos jaga di dalam wilayah Korea Utara dalam foto yang diambil di dekat zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea di Paju, Korea Selatan, 16 Juni 2020. REUTERS/Kim Hong-Ji


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Prospek bisnis apartemen untuk kalangan menengah ke bawah atau rumah susun sejatinya cukup cerah. Namun, ternyata pengelolaannya tidak semulus bisnisnya. Para penghuni kerap merasa keberatan dengan biaya pengelolaan yang dibebankan oleh pengembang.

Ketua Asosiasi Penghuni Rumah Susun Indonesia (Aperssi) Ibnu Tadji mengemukakan, masih banyak rumah susun yang susunan Perhimpunan Pengembang Rumah Susun (PPRS)-nya dibentuk oleh pengembang bukan oleh penghuni. Akibatnya, biaya pengelolaan rusun sering sekali tidak transparan dan terus membengkak.

Ia mengaku, biaya operasional rumah susun bisa naik 10%-20% per tahun. "Padahal kalau PPRS dibentuk oleh penghuni sendiri, biaya operasional tidak akan semahal itu," ujarnya.

Paulus Asin, Ketua Perhimpunan Penghuni Puri Garden Apartemen menambahkan, biaya operasional yang terus membengkak ini disebabkan masih banyaknya PPRS yang berasal dari karyawan pengembang, akhirnya yang menentukan segala keputusan dan kenaikan biaya operasional adalah mereka sesuai dengan permintaan pengembang. "Kami sebagai penghuni sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi," ujarnya.

Namun salah satu pengembang properti PT Wika Realty menampik anggapan itu. Biaya pengelolaan (service charge) itu diputuskan dalam rapat bersama penghuni. "Pengembang sama sekali tidak mengambil untung dari pengelolaan tersebut," ujar Komisaris PT Wika Realty Muhammad Nawir kepada KONTAN, Jumat (15/4).

Nawir bilang, umumnya para pengembang mengelola rumah susun atau apartemen menengah itu agar para penghuni dapat terurus dengan baik. Biasanya, pengembang menangani pengelolaan ruman susun itu dua tahun pertama setelah mulai dihuni.

Nawir memberikan contoh, proyek apartemen menengah ke bawah yang dikelola WIKA di Jalan Casablanka Jakarta yakni Taman Sari, PPRS yang dibentuk oleh WIKA memungut dua jenis biaya. Pertama biaya pengelolaan untuk keperluan gaji satpam, kebersihan, listrik di koridor-koridor dan air di tempat umum.

Kedua, biaya Singking fund yakni biaya yang disimpan dan dipakai di saat dibutuhkan seperti mengecat gedung, perbaikan listrik, dan menganti genset bila sudah tua dan tidak bisa beroperasi normal.

Setiap bulan PPRS di Taman Sari memungut biaya sebesar Rp 9.000 per meter persegi (m2). Untuk unit yang ukuran 28 m2 mereka harus membanyar Rp 252.000 per bulan dan untuk ukuran 50 m2 harus membayar Rp 450.000 per bulan diluar biaya air dan listrik. "Biaya pengelolaan ini rata-rata per tahun naik 10%, disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan," ujar Nawir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×