Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. PT PLN Persero memastikan biaya proyek pembangunan listrik 10.000 megawatt (MW) tahap I membengkak sebesar Rp 4 triliun. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama PT PLN (Persero), Fahmi Mochtar, Kamis (29/10).
Pembengkakan dana terjadi setelah Wakil Presiden Boediono memutuskan PLTU Kalimantan Timur dan PLTU Riau masuk dalam program 10.000 MW tahap I.
Masuknya kedua PLTU ini dalam proyek 10.000 MW lantaran Kalimantan Timur dan Riau merupakan gudangnya energi, tapi sering mengalami pemadaman listrik. Di Riau, pemadaman listrik kerap terjadi akibat rusaknya saklar di PLTU Riau.
Fahmi merinci kebutuhan tambahan dana sebesar Rp 4 triliun itu untuk PLTU Kalimantan Timur dan PLTU Riau masing-masing sebesar Rp 2 triliun. Kedua PLTU ini sama-sama memiliki kapasitas 2x200 MW.
Dengan tambahnya nilai investasi sebanyak Rp 4 triliun tersebut, maka total kekurangan dana untuk proyek 10.000 MW tahap I adalah sebesar Rp 11 triliun. Sebelumnya, untuk biaya proyek tersebut PT PLN masih kekurangan dana sekitar Rp 7 triliun dari total nilai investasi awal.
Kekurangan dana Rp 7 triliun tersebut untuk lima proyek listrik PLTU yang pembiayaannya memakai dollar dan rupiah. Rinciannya, masing-masing proyek kekurangan porsi valas sebesar US$ 400 - US$ 500 juta dan porsi rupiah sebesar Rp 2 triliun.
Menurut Fahmi, PLN sudah mencari pendanaan untuk menutup peningkatan kebutuhan dana tersebut. "Asosiasi Bank Pembangunan Daerah siap dan berkomitmen memfasilitasi pendanaan tersebut," ujarnya.
Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE), J. Purwono, menambahkan, pemerintah harus merevisi Peraturan Presiden No. 71/2006 sebagai payung hukum program tersebut sesuai dengan perubahannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News