Reporter: Abdul Basith | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan tak ambil pusing keputusan Uni Eropa (EU) terkait biodiesel.
Asal tahu saja, Uni Eropa telah menetapkan tarif Bea Masuk Anti Subsidi (BMAS) untuk produk biodiesel Indonesia. Angka BMAS yang dikenakan sebesar 8%-18% seperti yang diusulkan sebelumnya.
"Tidak apa-apa kita terima (pengenaan BMAS). Kita akan masuk B30 lalu B50 saya kira nanti tidak perlu masuk ke sana (Eropa) lagi," ujar Luhut saat acara Coffee Morning, Selasa (10/12).
Sebelumnya Uni Eropa telah mengusulkan pengenaan BMAS untuk biodiesel Indonesia sejak Agustus lalu. Indonesia juga telah menyampaikan nota keberatan.
Meski begitu tidak ada perubahan dalam ketentuan tersebut. Tarif tinggi tersebut masih dikenakan untuk produk biodiesel asal Indonesia.
Lebih rinci pengenaan BMAS ditujukan untuk PT Ciliandra Perkasa sebesar 8%, PT Intibenua Perkasatama dan PT Musim Mas (Musim Mas Group) sebesar 16,3%, PT Pelita Agung Agrindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo (Permata Group) sebesar 18%, Wilmar Group sebesar 15,7%, serta perusahaan lainnya sebesar 18%.
Luhut bilang kebutuhan biodiesel di dalam negeri cukup tinggi. Asal tahu saja Januari 2020 pemerintah akan menerapkan Biodiesel 30% atau B30.
"Pada 1 Januari nanti B30 semua sudah siap, tahun depan B40 lalu mengikuti B50," terang Luhut.
Bahkan program tersebut terancam berhenti pada B50 karena mentoknya pasokan. Oleh karena itu perlu memaksimalkan replanting dalam rangka peningkatan produksi untuk mencapai B100.
Luhut juga menegaskan posisi Indonesia yang menentang diskriminasi. Meski tidak menyebut retaliasi, Luhut menjelaskan akan melawan bila Indonesia ditekan.
Asal tahu saja produk minyak sawit Indonesia memang mendapat tekanan di EU. Selain masalah BMAS, EU juga menyiapkan aturan yang melarang penggunaan minyak sawit dalam biofuel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News