Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peningkatan penggunaan gas alam cair alias Liquefied Natural Gas (LNG) di dalam negeri terus didorong. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai, salah satu cara untuk meningkatkan serapan LNG domestik ialah melalui penggunaan LNG pada kereta api.
Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio menyampaikan, pihaknya tengah memfasilitasi terwujudnya konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi LNG pada kereta api. Sebenarnya, kata Jugi, sudah ada kontrak kerjasama dan uji coba yang terjalin antara PT Kereta Api Indonesia atau PT KAI (Persero) bersama Pertamina Group.
Namun, progres kerjasama tersebut sempat tersendat lantaran Pertamina membubarkan direktorat gas. Alhasil, BPH Migas perlu memfasilitasi agar kerjasama antara PT KAI dengan PT Pertagas Niaga, selaku anak usaha Pertamina Group bisa terealisasi.
"Sudah ada kontrak kerjasama dan sudah ada uji coba. Tetapi progresnya terhenti karena follow-up dari Pertamina paska direktorat gas dibubarkan. BPH melihat koordinasi antar para pihak yang kurang pas, BPH Migas memfasilitasi kembali kerjasama itu," kata Jugi kepada Kontan.co.id, Kamis (12/11).
Baca Juga: PR Dirjen Migas baru: Lifting 1 juta barel per hari, hingga soal Blok Rokan
Menurut Jugi, konversi dari BBM ke LNG untuk bahan bakar kereta api berpotensi mendatangkan penghematan yang signifikan. Kendati begitu, dengan konsumsi rerata Jenis BBM Tertentu (JBT) untuk kereta api sebesar 300.000 kilo liter (KL) per tahun, maka konversi BBM ke LNG tersebut perlu dilakukan secara bertahap.
"JBT untuk KAI 300.000 KL per tahun, kondisi normal di luar covid-19. Konversi BBM ke LNG tentunya dibuat bertahap, ini yang paling realistris," sambung Jugi.
Namun, dia belum bisa memastikan kapan konversi tersebut akan terealisasi. Pasalnya, KAI masih perlu kepastian terkait efisiensi yang bisa dihasilkan LNG ketimbang BBM sebagai bahan bakar kereta api. Di sisi lain, Pertamina Group (Pertamina/PGN/Pertagas Niaga) sebagai pemasok LNG masih melakukan kalkulasi ulang dalam program konversi ini.
"Sepanjang harga LNG dapat dibuktikan lebih efisien dari pada BBM, maka KAI akan pindah ke LNG," tutur Jugi.
Sebelumnya, pada akhir Oktober 2020 lalu, BPH Migas sudah menggelar pertemuan terkait dengan konversi BBM ke LNG ini. Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyampaikan bahwa hal tersebut sebagai tindak lanjut dari komitmen (MoU) antara Pertamina dengan KAI pada tahun 2015.
Ifan, sapaan untuk M. Fanshurullah Asa menjelaskan bahwa BPH Migas menginisiasi pertemuan tersebut untuk menghilangkan kesan saling menunggu. Menurutnya, penggunaan LNG sebagai bahan bakar kereta api perlu segera diwujudkan untuk mengurangi subsidi BBM.
Dia memberikan gambaran, pada tahun 2020 ini, kuota BBM subsidi untuk KAI sebesar 240.000 KL. Dengan selisih harga antara solar subsidi dan non subsidi sekitar Rp 5.000 per liter, maka akan ada potensi penghematan keuangan negara sebesar Rp1,2 Trilliun.
Ifan menyebut, penggunaan LNG untuk kereta api sudah digunakan di USA, Kanada, Rusia, dan India. Jika Indonesia berhasil, maka maka menjadi negara ke 5 yang menerapkan LNG sebagai bahan bakar kereta api.
“Untuk KAI yang penting kesungguhan komitmen dulu untuk segera mewujudkan ini, memang tidak untuk secara keseluruhan, bisa untuk penerangan gerbong terlebih dahulu, tetapi progressnya jelas. Jika langsung lokomotif saat ini mungkin terkendala, untuk pengadaan lokomotif baru kita harapkan langsung bisa dual fuel BBM, solar maupun LNG,” terang Ifan dalam keterangan tertulis yang dirilis BPH Migas, Sabtu (31/10) lalu.
Masih menurut Ifan, harga LNG lebih murah dibandingkan dengan BBM. Sebagai gambaran, harga LNG hanya kisaran US$ 5 per MMBTU, lebih murah dibandingkan BBM yang ada dikisaran US$ 15 sampai dengan US$ 20 dollar per barel.
Baca Juga: Dirjen Migas baru dibebankan target lifting 1 juta barel, hingga soal Blok Rokan