kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Bisnis briket PTBA tak menguntungkan


Jumat, 16 Oktober 2015 / 10:38 WIB
Bisnis briket PTBA tak menguntungkan


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pengembangan briket batubara untuk pelanggan rumah tangga nyatanya masih belum menguntungkan secara bisnis. Meski penggunaan energi ini bisa lebih hemat ketimbang elpiji, bisnis briket belum mendapatkan dukungan dari pemerintah.

Direktur Niaga PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Muhammad Jamil bilang, selama 20 tahun mengelola bisnis briket batubara, PTBA yang membenamkan dana Rp 1 miliar untuk bisnis ini belum menggaruk margin keuntungan. Sebab, produksi briket PTBA baru 16.000 ton per tahun.

"Itu belum ekonomis. Kalau mau dapat marjin harus produksi sampai 20.000 ton dulu, karena produksi dan penyerapan pas, sedangkan produksi butuh ongkos," terangnya ddalam diskusi Seminar Batubara, briket energi terjangkau, peluang usaha dari tambang sampai dapur, Kamis (15/10).

Jamil membeberkan, selama 20 tahun mengembangkan briket, perusahaan merugi lebih dari Rp 20 miliar. Walhasil, saat ini PTBA menutup pabrik briket batubara di Gresik, Jawa Timur. Apalagi,  Pemerintah Daerah (Pemda) di wilayah tersebut membuat regulasi yang melarang penumpukan batubara di daerah.

Makanya saat ini, PTBA hanya mengandalkan produksi briket dari dua daerah. Yakni Lampung, dan Tanjung Enim, Sumatera Selatan. "Lampung itu besarnya 10.000 ton dan Tanjung Enim sebanyak 6.000 ton, kami sudah sesuaikan penyerapannya sesuai produksi, " jelasnya. Penyerapan terbesar pemakaian briket batubara yakni berasal dari Jabodetabek.

Untuk memaksimalkan penjualan briket batubara dan bisa menggaruk keuntungan, PTBA berencana mengekspor ke Filipina dan Malaysia. "Investasi pabrik bisa Rp 200 miliar. Untuk harga non karbonisasi Rp 1.500 per kg, kalo sudah jadi briket Rp 2.500 per kg," terangnya.

Direktur Centres For Indonesia Resources Strategic Studies (Ciruss), Budi Santoso berpendapat bisnis briket batubara tak menguntungkan karena tak mendapat dukungan pemerintah. Padahal batubara bisa menjadi pengganti elpiji subsidi, untuk daerah perdesaan.

Selain itu, dengan membuat briket bisa menjadi terobosan pemanfaatan batubara untuk mencukupi kebutuhan energi di dalam negeri dengan biaya yang lebih murah. "Pemerintah hanya melihat batubara sebagai komoditas ekspor penyumbang devisa negara dan penghasil royalti saja, belum melihat yang lain," ungkap dia.

Menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Adhi Wibowo penggunaan briket batubara memang diarahkan untuk industri kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×