Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Industri baja domestik menyerahkan rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) soal bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk baja lembaran canai dingin atau cold rolled coil (CRC) impor asal China, Taiwan, Korea Selatan, Jepang serta Vietnam sebesar 5,9% sampai 74% kepada pemerintah.
Direktur Eksekutif Indonesian Iron and Steel Industry Assosiation (IISIA) Edward Pinem enggan berkomentar banyak soal bea masuk antidumping (BMAD) ini. "Kami menyerahkan ke pemerintah. KADI sendiri sudah memberi rekomendasi," katanya akhir pekan lalu.
Ia juga enggan berbicara soal kondisi industri baja khususya produsen CRC lokal yang dinilai belum memenuhi standar pengguna seperti industri otomotif.
Bachrul Chairi Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) memandang perlu pengenaan bea masuk anti dumping itu. Dari data Kementerian Perdagangan, impor CRC dari lima negara naik tajam selama lima tahun terakhir. Pada 2007 impor CRC masih 325.511 ton dan naik menjadi 728.900 ton pada 2011.
Irvan Kamal Hakim, Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk berkata kebijakan antidumping diperlukan untuk melindungi pengusaha lokal dari praktik perdagangan tidak sehat, seperti menjual produk CRC lebih murah dari biaya produksi.
Industri otomotif mengakui masih memerlukan pasokan CRC impor dari Jepang dan Korea Selatan. Soalnya, produk baja lokal masih banyak yang belum memenuhi standar yang diterapkan prinsipal otomotif. Selain itu pasokan baja domestik juga masih terbatas. "Baja lokal lebih murah ketimbang impor karena faktor biaya logistik," kata Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), I Made Dana Tangkas.
Di TMMIN, kontribusi bahan baku baja lokal baru 10%. Sisanya masih impor dari Jepang dan Korea Selatan.
Panggah Susanto, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian bilang pengkajian pengenaan BMAD CRC impor untuk mencari keseimbangan antara pasokan di dalam negeri dengan impor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News