Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar mobil bekas sepanjang 2025 menghadapi tekanan berat. Para pelaku usaha di berbagai daerah kompak menyebut tahun ini sebagai periode paling menantang dalam lebih dari dua dekade terakhir.
Meskipun tidak menyebut angka pasti, para pedagang mengakui bahwa penurunan penjualan mobil bekas berjalan seiring dengan koreksi yang juga terjadi pada pasar mobil baru seperti yang tercermin dalam data Gaikindo.
Tjung Subianto, Ketua Umum AMBI (Asosiasi Mobil Bekas Indonesia), tidak menutupi betapa sulitnya kondisi pasar tahun ini.
Baca Juga: Penjualan Mobil Listrik RI Melonjak 243% pada Oktober 2025, Siapa Jawaranya?
“Kalau menurut saya, dari Januari sampai Oktober tahun ini memang berat, terutama bagi kami di Jabodetabek,” ujar Tjung, kepada Kompas.com (19/11/2025).
“Ekonomi memburuk, semua orang mengakui itu. Kalau ekonomi buruk, volume mobil, rumah pasti turun. Daya beli melemah, macam-macam lah. Dagang apa pun sepi,” kata dia.
Ia menjelaskan bahwa tekanan terbesar terasa di Jabodetabek—wilayah yang memegang porsi signifikan dalam industri otomotif nasional.
Baca Juga: Ekspor Mobil Toyota Naik 5,6% per Oktober 2025, Innova dan Yaris Jadi Andalan
“Iya secara nasional. Jabodetabek memegang 40 persen size otomotif nasional. Kalau di sini goyang, daerah lain lebih parah,” ucap Tjung.
Namun kondisi tidak sepenuhnya seragam. Daerah dengan basis ekonomi komoditas masih menunjukkan perputaran yang lebih stabil.
“Tapi Indonesia luas. Kalau di daerah yang sumber daya alamnya bagus—sawit, tambang—perputaran ekonomi tetap lancar. Mereka masih eksis. Jabodetabek beda, karena isinya pekerja, jasa, karyawan, toko. Ketika ekonomi lesu ya langsung terasa,” katanya.
Tjung juga menanggapi anggapan bahwa kehadiran merek-merek mobil Cina menjadi penyebab utama pasar melemah. Menurutnya, dampaknya ada, tetapi bukan faktor utama.
“Ada pengaruhnya, tapi faktor utama tetap ekonomi nasional. Mobil bekas dan mobil baru tadinya berbagi kue,” kata Tjung.
“Sekarang muncul mobil China, jadi terbagi lagi. Lalu muncul mobil listrik, terbagi lagi. Kuenya bukan membesar, malah mengecil, tapi yang memotong makin banyak,” ujarnya.
Baca Juga: Ekspor Mobil Daihatsu Naik 9,9% hingga Oktober 2025, Filipina Jadi Pasar Terbesar
Ia membandingkan kondisi pasar mobil bekas dengan tren mobil baru. Tahun lalu penjualan mobil baru berdasarkan data Gaikindo mencapai sekitar 800.000 unit.
Tahun ini diperkirakan hanya menutup di kisaran 700.000 unit, penurunan signifikan yang sejalan dengan pelemahan pasar mobil bekas.
“Mobil bekas lebih sulit dihitung karena pedagangnya banyak. Kira-kira 7.000 pedagang dari skala kecil sampai besar. Tapi dari pengalaman saya 20 tahun lebih, tahun ini yang terburuk,” kata dia.
Baca Juga: Ini Deretan Calon Mobil Baru yang Siap Debut di Ajang Gaikindo Jakarta Auto Week 2025
Perspektif serupa datang dari daerah. Ferry Saputra, Ketua DPD Jawa Barat AMBI, menyampaikan bahwa dampaknya terasa hingga sektor-sektor terkait.
“Semua bilang omzet turun, penjualan susah. Kalau sektor besar melemah, dampaknya luas. Buruh bangunan tidak kerja, toko material sepi, perputaran uang menurun,” kata dia.
Dengan melemahnya daya beli dan stagnasi ekonomi nasional di kisaran 5 persen, para pedagang berharap pemulihan bisa terjadi tahun depan. Namun untuk saat ini, 2025 menjadi tahun yang menguji ketahanan industri mobil bekas di seluruh Indonesia.
Selanjutnya: DPR Instruksikan Menteri PKP Atasi Permukiman Terdampak Radiasi Cesium-137 di Cikande
Menarik Dibaca: Cegah Stunting Lewat Konsumsi Telur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













