Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, PT Bumi Makmur Selaras (BMS) Group, berencana membangun kawasan industri di Konawe, Sulawesi Tenggara. Rencananya, perusahaan itu akan menggandeng investor asal China untuk bergabung dalam kawasan industri ini.
Chief Executive Officer PT Bumi Makmur Selaras Tadjudin Hidajat bilang perusahaan ini telah menyiapkan lahan 13 kilometer persegi (km) untuk kawasan industri Konawe. Untuk mengembangkan kawasan ini, perusahaan itu akan menggandeng Hanking Group, perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan manufaktur asal China. "Bentuknya joint venture, namun kami belum bisa menyampaikan porsi sahamnya," ujarnya akhir pekan lalu.
Tadjudin bilang, perusahaan membidik investor asal China sebagai mitra mengembangkan kawasan industri Konawe. Salah satunya China Resources Company.
Menurut Tadjudin, perusahaannya tengah melobi China Resources Company untuk ikut serta dalam proyek ini. Maklum saja, di negara asalnya, China Resources Company memiliki berbagai lini bisnis. "Salah satunya bisnis semen. Mereka punya 42 pabrik di China," ungkapnya.
Meski enggan menyebut calon investor lain yang akan digaet, Tadjudin bilang ada beberapa investor lain yang dinilai potensial untuk digandeng. Menurut Tadjudin, perusahaannya tengah melirik investor yang bisa bekerjasama di lini bisnis pengolahan batubara dan industri baja.
Sayang, Tadjudin enggan membocorkan rencana investasi untuk membangun kawasan industri itu. Yang jelas, pasar Indonesia Timur akan menjadi target dan pasar utama bagi para calon investor tersebut. Dengan lokasi produksi yang lebih dekat ke pasar, akan lebih mudah bersaing dengan pelaku industri serupa dari daerah lain.
Sebenarnya, Bumi Makmur Selaras sebelumnya telah bekerjasama dengan Hanking Group untuk membangun smelter nikel melalui usaha patungan PT Hanking Bumi Makmur Selaras.
Tadjudin bilang, proyek pembangunan smelter nikel termasuk pembangkit listrik di Sulawesi Tenggara ini diperkirakan bakal menelan investasi hingga US$ 500 juta. Hingga saat ini, dana yang sudah dipakai untuk membangun smelter tersebut mencapai US$ 150 juta. "Dana ini untuk pengembangan tambang dan konstruksi smelter," ujarnya.
Rencananya, pada akhir tahun ini smelter nikel mulai uji coba produksi. Sehingga, pada Mei 2014 nanti bisa berproduksi secara penuh.
Pada tahap awal, Tadjudin bilang smelter nikel ini bakal memiliki kapasitas produksi 200.000 ton per tahun. Kapasitas produksi ini akan terus ditingkatkan hingga 600.000 ton per tahun.
Semula, PT Bumi Makmur Selaras mengekspor hasil tambangnya ke China. Namun, setelah ada aturan larangan ekspor bahan mentah, Hanking sebagai mitra kerja dan konsumen utamanya bersedia mengolah bijih nikel jadi feronikel di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News