Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) ingin memiliki kewenangan dalam pengaturan harga gas alam cair alias Liquefied Natural Gas (LNG) pada struktur rantai pasok di dalam negeri. Nantinya, pengaturan ini serupa dengan penetapan tarif angkut gas bumi melalui pipa (toll fee).
Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio menyampaikan, pengaturan LNG pada struktur rantai pasok tersebut dinilai penting, sehingga ada penguatan peran regulator. Dengan begitu, permasalahan business to business (b to b) bisa diantisipasi.
"Harga LNG dari kilang merupakan domain Menteri (ESDM). BPH Migas menginginkan struktur biaya rantai pasok LNG diatur seperti BPH mengatur toll fee pipa. Tujuannya bagus, karena kalau tidak ada regulator di rantai pasok LNG akan berabe. Seringkali B2B tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi," terang Jugi kepada Kontan.co.id, Kamis (12/11).
Baca Juga: Formula EOR Rokan terkendala restu Chevron
Dia kembali menegaskan, yang diminta BPH Migas bukan pengaturan harga LNG Free on Board (FoB) seperti dari Kilang Bontang, sebab itu sudah pas menjadi wewenang Menteri ESDM. "Yang BPH ingin atur adalah semacam toll fee rantai pasok LNG. Seperti toll fee di pipa transmisi dan distribusi," sambungnya
Menurut Jugi, agar memiliki payung hukum yang kuat, maka kewenangan yang diusulkan BPH Migas tersebut idealnya masuk dalam revisi Undang-Undang Migas. Kata dia, di draft revisi UU Migas saat Menteri ESDM dijabat oleh Ignasius Jonan, usulan BPH Migas tersebut telah ditampung.
"Di draft RUU Migas terdahulu, jaman Menteri Pak Jonan dan Wamen Pak Archandra, sudah masuk," sebut Jugi.
Adapun, saat ini BPH Migas juga ikut mendorong peningkatan serapan LNG di dalam negeri. Selain ingin merealisasikan konversi BBM menjadi LNG untuk penggunaan kereta api, Jugi menyebut bahwa potensi serapan LNG ada dari sektor industri serta segmen bisnis hotel, restoran, dan kafe (Horeka). "Itu sangat potensi sebagai pengguna (LNG) di luar PLN," kata Jugi.
Masih menurut Jugi, permintaan (demand) pun sudah ada dari sejumlah Wilayah Jaringan Distribusi/Wilayah Niaga Tertentu (WJD/WNT) seperti dari kawasan industri di Kalimantan Timur, Selatan dan Barat, serta dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Bali. Potensi volume per WJD/WNT berada dikisaran 3-10 mmscfd.
Baca Juga: DEN: Peningkatan impor LPG dan bensin tiap tahun indiskasikan krisis energi
"Sudah ada beberapa permintaan WJD/WNT di area yang tidak ada gas pipanya dan ini menjadi potensi yang baik untuk serap LNG," pungkas Jugi.
Terpisah, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menyebut bahwa penggunaan LNG dapat dilakukan dengan ISO tank untuk penerangan, genset, dan pemanas air. Antara lain sudah dipakai di berbagai Hotel Hilton dan Arya Duta di Bandung, Mall di Ambon dan Rumah Sakit di Samarinda.
Ifan menambahkan, BPH Migas saat ini sedang melakukan kerja sama dengan Fakultas Teknik UI untuk melakukan kajian penyusunan LNG di Indonesia. Menurutnya, BPH Migas sebagai lembaga Independen mempunyai peran strategis sebagai wasit dalam kegiatan usaha hilir migas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News