Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana mengkaji tiga opsi demi menurunkan harga gas industri, antara lain menghilangkan jatah pemerintah, kewajiban pasok domestik (DMO), dan bebas impor untuk industri.
Namun Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai, langkah penurunan harga gas perlu dibarengi dengan kesiapan infrastruktur gas.
Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio bilang opsi kebijakan DMO dan bebas impor gas akan berkaitan dengan tugas BPH Migas. "(Maka) jaringan pipa di midstream dan downstream harus bisa mengimbangi implikasi (tambahan pasokan) DMO dan impor," kata dia kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).
Baca Juga: Realisasi PNBP lampaui target walau penerimaan sektor migas seret
Jugi melanjutkan, demi membangun infrastruktur gas, diperlukan aspek keekonomian yang stabil atau terjaga. Sisi keekonomian yang terjaga diyakini dapat mendorong investasi Badan Usaha (BU) untuk membangun pipa demi mengimbangi perbaikan pada sektor hulu.
Jugi menuturkan, salah satu tolak ukur keekonomian yakni Investment Rate Return (IRR) yang harus lebih besar dari Weighted Average Cost of Capital (WACC) atau risiko yang terjadi dalam suatu perusahaan.
Mengacu Peraturan Menteri (Permen) 14 tahun 2019 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, aturan tersebut mengatur margin niaga gas dan IRR sebesar 11%.
"Di Indonesia belum sepenuhnya mencapai IRR yg ideal, karena beberapa ruas itu volume gas yang mengalir masih jauh di bawah volume ideal," ujar dia. Meski tak merinci, Jugi memastikan, IRR menjadi poin penting dalam analisis toll fee.
Mengutip catatan Kontan.co.id, pengkajian tersebut akan dilakukan selama 3 bulan ke depan. Opsi pertama pemerintah akan menghilangkan porsi pemerintah dalam sisi fiskal. Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengungkapkan jatah pemerintah sebesar US$ 2,2 per MMBTU.
"Nanti harus ada kompensasinya dari mana saja, tentu kalau ada penurunan di perpajakan tentu harus ada kenaikan pajak di sektor lain," ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (6/1).
Baca Juga: Volatilitas harga minyak meningkatkan risiko fiskal
Sektor industri bisa dimanfaatkan untuk menggantikan pajak yang hilang tersebut. Pasalnya harga gas yang turun akan meningkatkan daya saing industri pemanfaatan gas.
Kedua, melakukan penerapan kebijakan DMO. Penerapan kebijakan DMO akan mengisi kebutuhan gas industri dalam negeri.
Ketiga, berkaitan dengan bebas impor gas untuk industri. Opsi tersebut juga perlu diperhitungkan mengingat akan berdampak pada neraca dagang. "Defisit perdagangan di migas akan bertambah, menjadi lebih jelek," terang Dwi.
Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) siap menjadi agregator gas bumi, apabila DMO gas diberlakukan.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso menyampaikan, seiring dengan pertumbuhan kebutuhan gas bumi nasional serta sebagai komitmen dan dukungan penuh terhadap pertumbuhan industri nasional, PGN siap melayani kebutuhan gas bumi sesuai perannya sebagai sub holding gas untuk mengelola bisnis midstream dan downstream gas bumi nasional.
pgBaca Juga: Infrastruktur Menjadi Kunci Pengembangan Gas
Gigih menerangkan, PGN telah bersiap untuk mengembangkan infrastruktur gas secara masif baik di tahun 2020 maupun dalam jangka pendek menengah. Sejumlah langkah yang dilakukan PGN antara lain dengan meningkatkan perluasan pembangunan jaringan transmisi Gresik-Semarang dengan panjang 272 km.
Sedangkan untuk pembangunan jaringan distribusi gas bumi, ditargetkan lebih dari 180 km, dengan rincian di Jawa ± 60 km dan di Sumatera ± 120 km. "Target tersebut akan semakin mendekatkan visi menyatukan infrastruktur pipa trans Sumatera dan Jawa," ungkap Gigih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News