Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan pemindahan ibu kota baru dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Tepatnya di dua wilayah kabupaten, yakni di sebagian Kabupten Kutai Kartanegara dan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun BU swasta merespon untuk dapat menyokong pembangunan di ibu kota baru tersebut. Salah satu sektor strategis adalah pembangunan infrastruktur energi, termasuk penyaluran gas bumi.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sendiri tengah memetakan kebutuhan gas di ibu kota baru. Untuk di Kalimantan Timur sendiri, Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio mengungkapkan, potensi permintaan di Kalimantan Timur mencapai 212 million standard cubic feet per day (mmscfd).
Baca Juga: Jalin sinergi, PT Pertamina EP Asset 4 Papua hemat pengeluaran
Jumlah itu merupakan proyeksi permintaan jangka panjang hingga tahun 2037 untuk kebutuhan industri, listrik dan gas kota. "Saat ini ada potensi demand jangka panjang untuk Kaltim, termasuk ibu kota. Itu belum termasuk kebutuhan gas ibu kota baru karena sedang dalam perhitungan para pihak," kata Jugi saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (23/9).
Dalam proyeksi awal, BPH Migas memperkirakan potensi untuk kebutuhan ibu kota dengan asumsi 1,5 juta penduduk mencapai 34,7 mmscfd dan untuk pemindahan 34 kantor kementerian membutuhkan sekitar 17,02 mmscfd.
Hanya saja, Jugi mengatakan bahwa saat ini potensi pasokan dari konvensional gas belum teridentifikasi. Oleh sebab itu, Jugi pun menyampaikan pihaknya memiliki strategi jangka pendek dan jangka panjang untuk mencukupi pasokan gas ke ibu kota baru.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi catat produksi migas di Agustus 218.250 boepd
Untuk strategi jangka panjang, Jugi bilang, jika terdapat potensi pasokan dari konvensional gas dengan jumlah yang memadai, maka pasokan gas akan menggunakan gas pipa.
Sementara untuk jangka pendek, Jugi menerangkan bahwa kebutuhan akan dipenuhi dengan pasokan gas alam cair atau Liquefied Naturan Gas (LNG) eks Bontang dengan membentuk Wilayah Jaringan Distribusi (WJD). "Proyek pipa ini untuk jangka panjang, untuk jangka pendek gunakan WJD dulu," imbuhnya.
Menurutnya, saat ini BU yang tertarik untuk menggunakan LNG adalah Pertagas Niaga (PGN Group). "Pertagas Niaga juga sudah berpengalaman dalam memasok LNG di PLN Kutai dan beberapa area timur Indonesia," sambung Jugi.
Kendati begitu, Jugi mengatakan, WJD akan dibangun berdasarkan pemenang lelang yang akan digelar sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 4 Tahun 2018. "Tetap lelang sesuai amanat Permen ESDM 4/2018, yang akan bangun WJD adalah BU pemenang lelang, bisa PGN atau swasta," jelasnya.
Jugi menyebut, saat ini sudah ada BU yang mengajukan WJD di sekitar Samarinda dan Balikpapan. Hanya saja, untuk pembentukan WJD baru tersebut BPH Migas masih dalam tahap validasi.
Baca Juga: PHE ONWJ lakukan inovasi waring demi lindungi kawasan pesisir
"Kemarin belum menyentuh ibu kota baru yang diusulkan oleh BU. Sekarang sedang dalam validasi angka-angka pasokan, demand, capex serta keekonomian bisnis," jelasnya.
Sementara untuk lelang, Jugi menerangkan, proses lelang baru akan dilakukan setelah BPH Migas dan Kementerian ESDM merampungkan pembahasan revisi Rencana Induk Jaringan Gas Bumi Nasional (RIJGBN).
Setelah revisi RIJGBN itu selesai, baru lelang terhadap 294 WJD yang sudah ada sebelumnya, serta WJD yang baru, akan dimulai. "BPH juga sudah membuat aturan lelang termasuk beauty contest, juga aturan untuk memonitor investasi pipa," terangnya.
Baca Juga: Medco E&P Natuna beri 500 buku di perpustakaan Bakti Nusantara di Natuna
Adapun, untuk RIJGBN sendiri, Jugi menargetkan proses revisi tersebut baru akan rampung pada bulan Oktober 2019 mendatang. Sehingga, lelang WJD direncanakan bisa digelar pada akhir tahun ini. "Intinya (lelang) dilakukan setelah rencana induk baru selesai. Sekarang masih terus berproses, semoga bulan depan sudah beres," tandas Jugi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News