Reporter: Leni Wandira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah lesunya pasar otomotif nasional dan tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), PT Bridgestone Tire Indonesia tetap mencatatkan pertumbuhan positif di beberapa lini bisnisnya.
Hingga kuartal III-2025, penjualan Bridgestone melalui kanal replacement (aftermarket) naik sekitar 7%–8%, sementara ekspor tumbuh sekitar 10% dibandingkan tahun sebelumnya.
Presiden Direktur Bridgestone Tire Indonesia, Mukiat Sutikno, menjelaskan bahwa tahun ini pasar ban OEM (Original Equipment Manufacturer) mengalami penurunan sejalan dengan turunnya produksi mobil nasional.
Baca Juga: Hankook Perluas Pangsa Pasar, Penjualan Melonjak 130% hingga Kuartal III 2025
Namun, Bridgestone tetap optimistis terhadap prospek jangka menengah industri ban di Indonesia.
“Drop paling besar memang terjadi di OEM. Tapi aftermarket dan ekspor menjadi penopang utama pertumbuhan kami saat ini,” ujar Mukiat kepada Kontan, Kamis (15/10).
Bridgestone Indonesia mengandalkan tiga kanal distribusi utama dalam strategi pemasarannya, yakni replacement (aftermarket), OEM, dan ekspor. Segmen aftermarket mencakup penjualan ban pengganti untuk kendaraan yang sudah beroperasi, dan saat ini menjadi salah satu kontributor utama pertumbuhan penjualan di tengah melemahnya pasar kendaraan baru.
Sementara itu, segmen OEM atau Original Equipment Manufacturer melayani kebutuhan produsen otomotif untuk kendaraan baru, namun tahun ini mengalami tekanan seiring menurunnya produksi mobil nasional.
Di sisi lain, pasar ekspor menunjukkan performa yang kuat, di mana ban-ban produksi dari dua fasilitas pabrik Bridgestone di Bekasi dan Karawang dikirim ke lebih dari 70 negara, menjadikan ekspor sebagai salah satu penopang penting kinerja perusahaan secara keseluruhan.
“Khusus ekspor, kami mencatat peningkatan sekitar 10% dibanding tahun lalu. Ini sangat membantu kinerja kami secara keseluruhan,” jelas Mukiat.
Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang berdampak langung pada biaya produksi. Sekitar 40% bahan baku Bridgestone Indonesia masih diimpor, sehingga fluktuasi kurs sangat memengaruhi struktur biaya.
Baca Juga: Strategi Bridgestone dan Hankook Dongkrak Penjualan Ban di Pasar Ekspor & Domestik
“Kami telah melakukan berbagai upaya lokalisasi bahan baku, namun tetap ada ketergantungan pada impor. Dengan demand pasar yang masih volatil, menaikkan harga bukanlah opsi yang mudah,” ujar Mukiat.
Dalam kondisi ini, strategi utama Bridgestone adalah mengendalikan kenaikan biaya produksi tanpa mengorbankan kualitas produk.
“Meski cost pressure tinggi, kami tetap harus menjaga standar global Bridgestone, baik untuk pasar domestik maupun ekspor,” tegasnya.
Meski kondisi pasar belum sepenuhnya pulih, manajemen Bridgestone tetap optimistis terhadap prospek industri ban di Indonesia, terutama melihat kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan berkendara, termasuk pemilihan ban yang tepat.
Mukiat juga menyoroti perlunya dukungan pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat, misalnya melalui kebijakan pajak.
“Kalau melihat negara seperti Thailand, mereka bisa menjaga PPN di level 7–8%. Ini sangat membantu daya beli. Di Indonesia, purchasing power masih terbatas, jadi kebijakan fiskal yang mendukung akan sangat membantu,” ungkapnya.
Hingga akhir tahun 2025, PT Bridgestone Tire Indonesia memproyeksikan bahwa pertumbuhan penjualan akan tetap ditopang oleh segmen aftermarket dan ekspor, menyusul pelemahan yang terjadi di segmen OEM akibat turunnya produksi mobil nasional.
Penjualan di pasar replacement atau aftermarket diperkirakan tumbuh stabil di kisaran 7 hingga 8 persen, didorong oleh kebutuhan konsumen untuk melakukan penggantian ban kendaraan yang sudah beroperasi.
Baca Juga: Bridgestone Fokus ke Asia Pasifik, Hankook Incar Peluang dari Uni Eropa
Sementara itu, kontribusi ekspor yang dikirim ke lebih dari 70 negara menunjukkan peningkatan sekitar 10 persendibanding tahun sebelumnya, menjadi motor penting dalam menjaga kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Sebaliknya, pasar OEM diprediksi tetap menghadapi tekanan akibat rendahnya permintaan kendaraan baru sepanjang tahun ini. Tantangan terbesar bagi Bridgestone tetap berasal dari sisi biaya produksi, terutama akibat pelemahan rupiah terhadap dolar AS, yang berdampak langsung pada harga bahan baku impor yang masih menyumbang sekitar 40% dari total kebutuhan.
Di sisi lain, daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih membuat perusahaan harus berhati-hati dalam melakukan penyesuaian harga. "Menghadapi kondisi ini, Bridgestone memilih fokus pada efisiensi biaya, penguatan pasar ekspor, dan mempertahankan standar kualitas global guna memastikan daya saing tetap terjaga," pungkasnya.
Selanjutnya: Graha Mitra (RELF) Putuskan Tebar Dividen Interim Rp 1,26 Miliar, Cek Jadwalnya
Menarik Dibaca: Promo Hypermart 16-22 Oktober 2025, Beli 2 Gratis 1 Teh Celup-Nata De Coco Drink
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News