kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.200   -65,00   -0,40%
  • IDX 7.080   -2,93   -0,04%
  • KOMPAS100 1.048   -3,07   -0,29%
  • LQ45 822   1,36   0,17%
  • ISSI 211   -2,01   -0,94%
  • IDX30 422   2,45   0,58%
  • IDXHIDIV20 505   4,21   0,84%
  • IDX80 120   -0,32   -0,26%
  • IDXV30 123   -1,69   -1,35%
  • IDXQ30 140   1,02   0,74%

BRPT Menyalakan Mode Ekspansif, dari Bisnis Petrokimia, Energi Hingga Properti


Rabu, 08 Januari 2025 / 11:58 WIB
BRPT Menyalakan Mode Ekspansif, dari Bisnis Petrokimia, Energi Hingga Properti
ILUSTRASI. Kontan - Barito Pacific Kilas Online. Chandra Asih


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menggelar ekspansi apalagi dalam skala besar-besaran di tengah kondisi ekonomi yang menantang seperti saat ini bukan urusan gampang. Risiko yang terkadang sulit ditakar kerap membuat korporasi memilih mengerem bahkan menunda rencana ekspansinya.

Namun, hal ini tampaknya tak berlaku untuk PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Perusahaan holding yang dimiliki dan dikendalikan taipan Prajogo Pangestu, itu terus melebarkan sayap bisnisnya. Terbaru, entitas usaha Grup Barito, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) sedang merampungkan proses akuisisi kilang Shell Energy and Chemicals Park Singapore (SECP). 

Pada paparan publik baru-baru ini, manajemen Chandra Asri menegaskan, transaksi akuisisi aset kilang minyak dan kimia milik SECP di Pulau Bukom dan Pulau Jurong, Singapura ini, akan rampung pada2025. Kini, TPIA masih menantikan proses legal dari pihak otoritas Singapura terkait akuisisi aset SECP tersebut.

Sebagai gambaran, SECP terdiri dari kilang dengan kapasitas pengolahan 237.000 barel per hari, ethylene cracker dengan kapasitas 1,1 juta metrik ton per tahun di Pulau Bukom dan aset kimia hulu di Pulau Jurong, Singapura. Jika proses akuisisi SECP rampung, kapasitas produksi TPIA bakal meningkat.

Perhitungan manajemen, setelah akuisisi SECP masuk ke dalam pencatatan keuangan TPIA, kapasitas output dari kilang minyak dan petrokimia TPIA diproyeksi naik dua kali lipat dari 4,23 juta ton pada tahun ini, menjadi 8,5 juta ton pada 2025. Dus, akuisisi SECP diproyeksi mendorong pertumbuhan rata-rata tahunan 106,7% pada 2024–2026. 

Menurut Edi Rivai, Direktur Legal dan External Affairs Chandra Asri Pacific, proyeksi tersebut jauh melampaui pertumbuhan rata-rata tahunan sebelumnya, yaitu 7,4% pada 2005–2016 dan 6,4% pada 2016–2020. "Dengan adanya kapasitas tambahan, kami optimistis akan memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat, terutama di Asia Tenggara," kata Edi dalam paparan publik tersebut, belum lama ini.

Tak terkecuali, permintaan terhadap produk-produk penting untuk bahan baku utama industri tekstil, seperti metal-free clay (MDG) dan purified terephthalic acid (PTA). Dengan begitu, Chandra Asri berharap dapat berkontribusi terhadap industri tekstil di Tanah Air dalam mengurangi ketergantungan impor bahan baku.

Kontan - Barito Pacific Kilas Online. Sidrap

Tak hanya mendongkrak kapasitas produksi TPIA, akuisisi aset SECP juga berpotensi mengerek pertumbuhan pendapatan TPIA sekitar 5 kali lipat pada rentang tahun 2025 hingga 2026. Sejalan dengan itu, kontribusi TPIA terhadap Grup Barito pun akan semakin besar.

Sebagai informasi, melalui TPIA, BRPT memproduksi beragam produk kimia seperti ethylene, propylene, LLDPE, HDPE, polypropylene, pygas, crude C4, butadiene, synthetic rubber, styrene, hingga methyl tert-butyl ether.

Berbekal pengalaman selama lebih dari 35 tahun sejak didirikan pada 6 Maret 1989, Chandra Asri sukses menasbihkan dirinya sebagai perusahaan petrokimia terbesar dan terintegrasi di Indonesia. Chandra Asri mengoperasikan satu-satunya pabrik naptha cracker, styrene monomer, butadiene, MTBE dan butene-1 di negeri ini.

Produk petrokimia emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mencatatkan sahamnya pada 26 Mei 2008 ini, juga mendominasi pasar domestik. Kapasitas produksi petrokimia TPIA mencapai 4,23 juta ton per tahun. Jumlah ini melampaui produksi perusahaan petrokimia sejenis di Tanah Air. Sebut saja, misalnya, PT Asahimas Chemical (AS) dari ABC Group dan PT Pertamina (Persero), yang masing-masing hanya memiliki kapasitas produksi 2,18 juta ton dan 1,04 juta ton per tahun.

Di sepanjang tahun 2024, TPIA menyiapkan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) hingga US$ 400 juta. Dari jumlah ini, sebesar US$ 300 juta digunakan TPIA untuk pembangunan pabrik chlor-alkali dan ethylene dichloride (CA-EDC) terintegrasi berskala dunia. Pabrik ini ditargetkan rampung pada tahun 2026.

Gencar juga di lini bisnis yang lain

Tak cuma di industri petrokimia lewat TPIA, Grup Barito juga memasang mode ekspansif lewat pilar bisnisnya yang lain. Di segmen properti residensial, Grup Barito lewat PT Griya Idola menggarap lahan sekitar 50 hektare (ha). Proyek pengembangan dilakukan melalui Griya Idola Residence Tangerang, yang jadi perumahan eksklusif dengan enam klaster. Dimulai sejak 2023, pengembangan Griya Idola Residence ditargetkan selesai dalam waktu lima tahun, dengan peluncuran perdana pada 2024.

Kontan - Barito Pacific Kilas Online. Star Energy

Sedangkan di segmen industrial, Griya Idola menggarap Patimban Industrial Estate serta Griya Idola Industrial Park di Cikupa seluas 110 ha. Dalam Paparan Publik Barito Pacific, Pandu Anugrah, Head of Investor Relations Barito Pacific bilang, segmen industrial memiliki posisi yang strategis, dan diharapkan bisa meraih keuntungan dari pertumbuhan investasi asing ke depannya.

Sementara di bisnis infrastruktur, BRPT melebarkan sayap melalui anak usaha TPIA, PT Chandra Daya Investasi (CDI). Pipeline proyek di bisnis infrastruktur adalah pembangkit listrik tenaga gas berkapasitas 200 megawatt (MW). Proyek ini sedang dalam tahap final investment decision (FID). Selain itu juga ada pembangkit listrik tenaga surya terapung berkapasitas 30 MWpeak, yang masih menjalankan feasibility study alias uji kelayakan.

Kiprah anak usaha Barito Pacific lainnya di sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT), yakni PT Barito Renewables Energy Tbk juga tak kalah mentereng. Emiten yang melantai di BEI lewat skema penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada 9 Oktober 2023 ini, terus mencatat pertumbuhan bisnis mengesankan.

Hingga kuartal III-2024, BREN telah berhasil mencapai kapasitas terpasang sebesar 965 megawatt (MW), yang terbagi menjadi 886 MW dari energi panas bumi dan 79 MW dari energi angin. Di luar itu, BREN memiliki potensi cadangan energi angin sebesar 318 MW dari pengembangan proyek baru.

Dengan kapasitas terpasang energi geotermal yang dimiliki, BREN menempati posisi kelima sebagai produsen panas bumi terbesar di dunia. Kapasitas geotermal BREN jauh di atas produksi KenGen, perusahaan energi asal Kenya yang hanya sebesar 793 MW.

Kenya adalah produsen energi panas bumi terbesar di Afrika dengan kapasitas 863 MW, yang sebagian besar dipasok oleh KenGen. Negara ini diperkirakan memiliki potensi panas bumi 10.000 MW yang tersebar di sepanjang sirkuit Rift Valley.

Direktur Utama Barito Renewables Energy, Tan Hendra Soetjipto mengatakan, BREN ingin mencapai kapasitas 1 Gigawatt (GW) pada tahun 2025 melalui penambahan kapasitas di aset eksisting, dan 1,95 GW pada tahun 2030 dengan proyek pengembangan baru (green field).

Untuk itu, BREN akan terus melakukan ekspansi bisnis geotermal melalui retrofitting, peningkatan kapasitas, dan penambahan unit baru pada aset panas bumi yang ada. Langkah ini akan meningkatkan kapasitas BREN sebesar 104,6 MW dalam beberapa tahun ke depan.

Di segmen panas bumi, BREN telah mengoperasikan tiga aset panas bumi, yakni Salak berkapasitas 381 MW, Wayang Windu (230,5 MW) dan Darajat dengan kapasitas terpasang 274,5 MW. Selain itu, BREN sedang mengembangkan proyek Wayang Windu Unit 3 dengan potensi kapasitas sebesar 30 MW, Salak Unit 7 (40 MW) dan Salak Binary Plant (15 MW).

Selain itu, BREN juga menggarap proyek di area baru Hamiding dan Souh Sekincau, dengan potensi kapasitas masing-masing 275-550 MW dan 495-875 MW. BREN juga ekspansi di listrik tenaga angin pada proyek Sidrap II, Sukabumi dan Lombok dengan target tambahan kapasitas 318 MW.

Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai, secara umum emiten yang memiliki bisnis EBT punya prospek yang baik. Pasalnya, bisnis EBT bisa menopang pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Terlebih lagi pemerintah punya komitmen untuk mendorong perkembangan ekonomi hijau di Indonesia.

Sebagai informasi, mengutip data RTI per 30 November 2024, kepemilikan mayoritas BRPT dipegang oleh Prajogo Pangestu, yakni sebanyak 66.854.606.765 saham atau setara 71,31%.

Pada periode yang sama, kepemilikan Barito Pacific di TPIA sebanyak 29.957.670.400 saham atau setara 34,63%. Prajogo Pangestu juga menggenggam saham TPIA secara langsung sebanyak 4.377.679.764 saham atau setara 5,06%.

Sedangkan di BREN, per 30 November 2024, kepemilikan Barito Pacific mencapai 86.514.146.666 saham atau setara 64,67%. Prajogo Pangestu juga mengempit langsung saham BREN sebanyak 129.789.700, setara 0,10%. Pemegang saham lainnya, yakni Green Era Energy Pte Ltd (23,60%) dan masyarakat sebanyak 15.564.623.634 saham atau setara 11,63%.

Selanjutnya: Apple Habiskan US$10 Miliar untuk Proyek yang Gagal Dirilis

Menarik Dibaca: 7 Rekomendasi Obat Herbal Penurun Kolesterol Tinggi yang Paling Baik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×