Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberadaan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dinilai dapat menyebabkan kerugian bagi banyak pihak, tak terkecuali PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang notabene melakukan kegiatan tambang secara legal.
General Manager Unit Pertambangan Tanjung Enim PTBA Suhedi mengatakan, kegiatan PETI biasanya dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi, hukum, dan pendidikan sang pelaku. Dari sisi ekonomi misalnya, ada anggapan bahwa potensi keuntungan dari kegiatan PETI lebih besar ketika harga komoditas menanjak.
Baca Juga: Harga Batubara Turun, PTBA dan ABMM Pangkas Produksi, INDY dan ADRO Enggak Ikutan
Dari segi hukum, kegiatan PETI terjadi akibat ketentuan pertambangan rakyat yang tidak implementatif bagi perseorangan dan adanya oknum yang mendukung kegiatan tersebut.
Sedangkan salah satu penyebab kegiatan PETI dari sisi pendidikan adalah ada kesalahpahaman bahwa seseorang/kelompok yang memiliki hak atas tanah seolah-olah dapat pula menjadi pemegang kepemilikan sumber daya alam yang ada di bawahnya. Alhasil, mereka merasa tidak memerlukan izin usaha pertambangan.
Suhedi pun menjelaskan, per semester II-2019, terdapat 55 titik kegiatan PETI di dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) Unit Pertambangan Tanjung Enim yang dikelola PTBA. Metode penambangan yang dilakukan oleh oknum pelaku PETI biasanya adalah tambang terbuka dan bawah tanah.
Baca Juga: RDP Komisi VII, gebrak meja, lalu berujung minta program CSR BUMN Tambang
Selain itu, penggalian dilakukan secara tradisional dengan menggunakan cangkul. Pengangkutan hasil tambang menggunakan kendaraan motor. Adapun pengangkutan dari stockpile menuju konsumen dilakukan dengan menggunakan truk yang berkapasitas sekitar 20 ton—40 ton.
Kegiatan PETI lantas dapat berakibat fatal seperti kerusakan lingkungan di area bekas PETI, kecelakaan tambang, hingga berkurangnya cadangan komoditas secara signifikan akibat penurunan keekonomisan tambang secara keseluruhan.
“Kalau ada kecelakaan misalnya kebakaran di tambang PETI biasanya pihak Kabupaten yang minta (tanggung jawab) ke kami, karena kami pemilik IUP,” ungkap Suhedi dalam diskusi virtual, Jumat (3/7).
PTBA telah melakukan berbagai upaya untuk memutus rantai kegiatan PETI. Misalnya dengan melakukan observasi langsung bersama kepolisian, memantau wilayah IUP melalui drone, dan memasang rambu tanda larangan dan nama lokasi IUP PTBA.
Baca Juga: Kinerja emiten-emiten ini diproyeksikan akan pulih pada semester II-2020, apa saja?
Suhedi menambahkan, pihaknya juga melakukan pembekuan akses jalan menuju lokasi PETI, menutup kegiatan PETI yang dilakukan di lahan milik PTBA, sampai melaporkan kegiatan PETI ke pihak kepolisian dan Kepala Inspektur Tambang Ditjen Minerba Kementerian ESDM.
“Intinya kalau ada penambangan ilegal yang merambah lahan kami, bisa dituntut,” imbuh dia.
Tak hanya itu, pihak PTBA juga berusaha mendorong komitmen penindakan tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap pelaku kegiatan PETI yang melakukan penambangan batubara.
Apalagi, dalam UU No. 3 Tahun 2020 sudah dijelaskan bahwa kegiatan pertambangan rakyat hanya diperbolehkan untuk komoditas mineral logam saja, tidak termasuk batubara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News