kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bulog: Produksi jagung harus selaras dengan data BPS


Rabu, 28 November 2018 / 15:47 WIB
Bulog: Produksi jagung harus selaras dengan data BPS


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perum Bulog tak mau berpolemik soal optimal atau tidaknya penyerapan panen jagung petani. Yang jelas, adanya permintaan impor jagung melalui Rapat Kordinasi Terbatas (Rakortas) jelas menunjukkan bahwa stok jagung memang tidak ada.  Semua permasalahan terkait dengan produksi jagung secara nasional harus disandingkan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). 

Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Perum Bulog, Siti Kuwati menanggapi pernyataan Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman bahwa impor jagung ditujukan untuk cadangan stok di gudang Bulog.  

Menurutnya, jika memang surplus jagung ada di Tanah Air, dan harganya sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP), maka sudah pasti jagung ada dapat diserap oleh Bulog. 

"Mentan mau bilang apa saja, bukan kewenangan kami untuk menilai apakah benar atau tidak ngomong soal surplus. Lebih baik dikonfrontasi dengan data BPS," ucap Siti Kuwati dalam keterangan yang diterima KONTAN, Rabu (28/11).

Faktanya, kata dia, rakortas justru meminta agar Bulog impor jagung. Selain itu, menurutnya, Bulog memiliki kriteria HPP yang disesuaikan dengan kualitas yang diperlukan, tidak asal serap.

"Kalau penyerapannya dinilai lemah, ya monggo saja. Intinya adalah kami operator diminta untuk impor oleh regulator, ya itu rakortas yang seizin dari Kementerian BUMN sebagai atasan dari Bulog," tegas sosok yang akrab disapa Wati ini.

Pendapat senada diungkapkan Sudirman, Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT). Menurut dia, langkah pemerintah meminjam jagung ke Japfa dan Charoen menunjukkan, panen dan surplus jagung itu tidak nyata.

"Hanya ada di koran (media massa) dan di medsos," sindir Sudirman soal klaim surplus jagung oleh Kementerian Pertanian (Kementan).

Sudirman menambahkan, impor jagung 100.000 ton juga diperkirakan tidak akan menyelesaikan masalah tingginya harga jagung. Pasalnya, kebutuhan jagung dalam negeri, untuk pakan ternak, sekitar 800.000 ton per bulan.

Di sisi lain, pinjaman jagung itu diharap tidak merugikan perusahaan swasta, dalam hal ini Charoen dan Japfa, masing-masing 5.000 ton.

"Karena itu kan aset mereka. Kalau harga sekarang Rp 6000 per kilogram (kg), lalu jagung dihargai Rp 4000 per kg, berarti ada ‘real lost’ Rp 2000 per kg. Kemudian di kali pinjaman itu, misalnya benar 5000 ton, berarti totalnya Rp 10 miliar. Itu bisa buat beli mobil Toyota Innova 30 unit," seloroh Sudirman.

Akibat minimnya jagung dan tingginya harga pakan ternak, saat ini peternak ayam petelur dan pedaging lebih banyak menggunakan gandum daripada jagung untuk bahan baku produksi. Padahal, dengan memakai jagung, pakan ternak tidak perlu ditambahkan zat aditif untuk bisa membuat kaki ayam terlihat kuning.

"Masyarakat kita kalau memilih daging ayam ingin yang kakinya kuning. Begitu pula dengan telur ayam, maunya memilih cangkang yang kuningnya lebih terang. Nah itu kalau pakai jagung sudah pasti kuning. Kalau pakai gandum, ayam kakinya putih. Jadi kami harus menambahkan zat aditif di pakannya," tuturnya lagi.

Koreksi kebijakan sendiri

Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengingatkan, industri pakan harus tetap menggunakan jagung untuk pakan ternak. Untuk itu, kata dia, Kementan harus bertanggung jawab memastikan pasokannya. 

"Ini harus dipastikan bagaimana bahan pakan ternak dari jagung dan gandum untuk menghitung kebutuhan jagung baik diproduksi secara nasional," kata Ono.

Ia juga menyoroti kebijakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman soal jagung. Belakangan, Mentan Amran mengajukan permintaan impor jagung sebesar 100.000 ton.

Permintaan ini secara tidak langsung mengevaluasi larangan impor jagung yang dikeluarkan oleh Menteri Amran sendiri pada 2015 silam. Karena itu, Ono meminta agar Mentan lebih teliti sebelum mengeluarkan kebijakan. 

“Realisasi jagung impor, secara tidak langsung Mentan telah melakukan evaluasi terhadap kebijakannya sendiri," tambahnya.

 Selain melakukan impor, Ono meminta pemerintah untuk menemukan lahan yang dapat bisa ditanami jagung.  

Mantan Dirjen Tanaman Pangan, Kementan, Sutarto Alimoeso menilai, ekspor dan impor hal yang biasa, sepanjang tidak merusak produksi dan kebutuhan dalam negeri. Sependapat dengan Ono, dia juga menjelaskan bahwa kebutuhan jagung untuk pakan ternak adalah tanggungjawab pemerintah.

"Ini yang harus dirancang dengan baik. Sehingga suplai jagung bisa berkelanjutan secara cukup. Ketika lebih, baru diekspor, kalau kurang, ya harus impor," katanya.

Menurutnya, perluasan lahan pertanian, dalam hal ini jagung menjadi sangat penting guna mencukupi kebutuhan dalam negeri. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan lahan-lahan HGU PTPN yang saat ini tingkat produksinya sudah menurun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×