Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
Namun, Dwi juga mengatakan, apakah target penyerapan tersebut bisa direalisasikan atau tidak, maka hal itu tergantung pada manajemen Bulog. Menurut dia, Bulog pun pernah menyerap beras di atas 2 juta ton. Berdasarkan data Bulog, Bulog pernah mengadakan beras sebanyak 2,96 juta ton di 2016, dan 2,16 juta ton di 2017.
Lebih lanjut, Dwi mengatakan, panen pertama di Maret-April merupakan kesempatan Bulog untuk menyerap beras. Pasalnya, setelah April, harga gabah akan meningkat. Bulog akan kesulitan menyerap beras lantaran harga pembelian gabah atau beras oleh Bulog diatur dalam Inpres NomorĀ 5 tahun 2015.
Baca Juga: Siap serap beras saat musim panen, Bulog segera gelontorkan 500.000 ton beras
Dengan penyerapan yang besar ini, Dwi pun mengatakan, Bulog seharusnya sudah memiliki rencana penyalurannya. Sejak Akhir September 2019, Bulog memang tidak lagi menyalurkan beras melalui program rastra. Rastra berubah menjadi program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dimana pemasok berasnya terbuka ke pasar bebas.
Dwi keberatan bila BPNT dikembalikan menjadi rastra. Menurutnya, dengan program BPNT, penerima manfaat bisa mendapatkan beras dengan kualitas lebih tinggi dengan nominal yang diterima sama dengan rastra.
Baca Juga: Belum dapat izin impor gula, ini kata Bulog
Bila Bulog ingin penyalurannya lebih besar, maka Bulog harus meningkatkan kualitas berasnya, dan harus dilakukan restrukturisasi peran Bulog.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News