Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) terus menunjukkan ambisinya untuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) dalam portofolio bisnisnya. Hal ini sejalan dengan upaya Pertamina mengawal transisi energi dan dekarbonisasi.
Daniel Purba, SVP Strategic & Investment Pertamina mengatakan, Pertamina menargetkan peningkatan bauran EBT dari 1% pada tahun 2021 menjadi 17% pada tahun 2030 mendatang. Seiring dengan itu, Pertamina juga menargetkan dapat mengurangi emisi karbon hingga 30% pada tahun 2030.
Maka dari itu, investasi dalam jumlah yang besar wajib dilakukan oleh Pertamina. Lantas, dalam waktu 5 tahun atau di periode 2022—2026, total belanja modal atau capital expenditure (capex) Pertamina di sektor EBT mencapai US$ 11 miliar. Porsi capex EBT Pertamina mencapai 14% dari total capex perusahaan pelat merah tersebut di periode yang sama.
Baca Juga: Pertamina Tidak Ikut Lelang WK Migas, Begini Komentar Kementerian ESDM
Adapun capex terbesar Pertamina di tahun 2022—2026 masih berasal dari sektor hulu (upstream) yakni US$ 34 miliar (46%) dan hilir (downstream) sebesar US$ 28 miliar (37%). Adapun capex di sektor lainnya tercatat sebesar US$ 2 miliar.
“Komitmen Pertamina sejalan dengan upaya untuk menggunakan sumber daya dari domestik untuk menyuplai energi di dalam negeri menuju pengembangan energi bersih dan dekarbonisasi,” ungkap Daniel dalam media briefing Pertamina Dubai Expo secara virtual, Jumat (18/3).
Sejumlah proyek terkait EBT telah dirancang oleh Pertamina. Salah satunya adalah pengembangan pembangkit panas bumi yang kapasitasnya ditargetkan meningkat dari 672 megawatt (MW) di tahun 2020 menjadi 1.128 MW di tahun 2026. Pertamina juga mengembangkan proyek Green Hydrogen dari pembangkit EBT eksisting milik perusahaan dan Grey Hidrogen dari kilang minyak eksisting.