kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Catatan untuk Jakarta: Dilarang dine-in, sama saja mematikan bisnis restoran


Rabu, 16 September 2020 / 17:29 WIB
Catatan untuk Jakarta: Dilarang dine-in, sama saja mematikan bisnis restoran
ILUSTRASI. Restoran di Mal Kokas


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Nasib pengusaha kafe dan restoran sedang di ujung tanduk. Setelah virus Covid-19 merajalela di Ibukota pada Maret 2020 sampai saat ini, bisnis mereka terus menurun. Pendapatan para pengusaha kafe dan restoran kini tak sekenceng pada situasi normal.

Alhasil, beberapa kafe dan restoran memilih untuk merumahkan karyawan alias PHK. Peristiwa ini membuat miris lantaran bisnis kafe dan restoran merupakan sektor padat karya dan tergolong usaha menengah.

Celakanya lagi saat ini Pemda DKI Jakarta memilih untuk kembali mengetatkan bisnis kafe dan restoran di dalam pusat perbelajaan atau mal melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat mulai 14 September sampai 27 September 2020.

Kebijakan yang "agak" tak mengenakan bagi pengusaha kafe dan restoran adalah pelarangan pelanggan makan di tempat atau dine-in dan pelanggan hanya diizinkan untuk take away untuk para pelanggan.

KONTAN berusaha melihat lebih dekat suasana Mal Kota Kasablanka (Kokas) di Jalan Casablanca Raya, Jakarta yang memang salah satu pusat kuliner di Jakarta. Asal tahu saja, pusat perbelanjaan ini terkenal sebagai mal keluarga lantaran mayoritas tenantnya adalah restoran.

Saban weekend tak ada kata lenggang jika Anda melewati Jalan Casablanca Raya. Sejak dari jalan layang non tol dari Mal City Walk menuju mal Kokas, kemacetan biasanya sudah mengular karena mobil pribadi bergiliran masuk ke mal Kokas.

Tapi, itu dulu. Jangan harap Anda menemukan suasana macet di sekitar jalan Casablanca atau parkiran Kokas. KONTAN melihat lebih dekat para tenant restoran di Mal Kokas pada pukul 12.00 WIB, saat jam makan siang, suasana di lantai dasar mal Kokas tempat kluster restoran berada memang terlihat sepi dan ada beberapa restoran memilih untuk tutup atau tak beroperasi.

Sebut saja Restoran Marugame Udon, A&W, Steak 21, Es Teller 77 memilih untuk buka tetapi tak mengizinkan pelanggan makan ditempat. Terpantau juga Ramen YA memilih menutup restorannya atau tak beroperasi.

Terlihat Petugas pendata dari mal Kokas saat mendata resto yang masih buka dan tutup. "Ada lima yang tutup," ujar petugas tersebut.

Lantas KONTAN beralih ke kluster restoran berikutnya, di sana ada Kafe Betawi yang juga terpantau tak ada pembeli, demikian pula dengan Resto kenamaan Solaria yang sangat sepi.

Pelayan restoran Solaria mengatakan bahwa makanan Solaria bisa dipesan melalui Gofood tetapi memang masih tetap sepi. "pelanggan biasanya memang makan di tempat kalau ke Solaria," tuturnya.

Tak hanya di Mal Kokas, suasana di mal Senayan City juga sepi. Beberapa restoran di lower ground memilih tutup. Sebut saja restoran makanan cepat saji Pizza Mirzano yang tak beroperasi, kursi-kursi yang biasanya tertata rapih di samping meja, ini dipindah ke atas meja.

Demikian pula di lokasi Lantai Lower Ground, Crystal Lagoon yang merupakan tempat kafe dan restoran. Suasana di sana gelap dan banyak restoran dan kafe kopi yang tutup.

Sumber KONTAN dari pengusaha kafe dan restoran bercerita, dengan mengizinkan mal untuk tetap buka sama saja dengan membebankan biaya operasional kepada tenant yang mayoritas adalah pelaku usaha menengah.

"Retailer (resto) bahkan untuk operasional saja sudah tidak cukup sehingga banyak yang memilih tutup meskipun mal buka," kata Sumber KONTAN itu, Rabu (16/9).

Kata dia, apabila nantinya mal bersikap kaku dan tetap menagih biaya sewa secara normal maka akan lebih banyak retailer mati atau menyerah sehingga toko mereka menciut karena yang bisa diselamatkan terbatas. "Karyawan yang diserap akan berkurang," imbuh dia.

Sekarang, kata dia, potensi konflik antara tenant (retailer) dengan pengelola mal akan meninggi karena mal akan berusaha memindahkan beban ke retailer.

Relaksasi Jam Operasi Dine In

Sementara itu, Owner Shabu Hachi Githa Nafeeza mengatakan saat ini perusahaan dalam keadaan berat menjalani bisnis. Sebab, sekitar lebih dari 50% pendapatan restoran berada di gerai Jakarta yang kini tak bisa beroperasi.

"Saya punya 11 gerai Shabu Hachi, ada lima gerai di Jakarta, yang di Jakarta ada tiga tutup total. Dua masih beroperasi take away tetapi itu juga masih minus," kata dia ke KONTAN, Rabu (16/9).

Githa menuturkan, untuk di gerai di wilayah lain seperti di Depok, Bogor, Tangerang Selatan, dan Bandung sejauh ini masih beroperasi untuk dine in. Misalnya di Bogor, pemerintah daerah sana masih mengizinkan dine in sampai dengan Pukul 18.00 WIB. Sehingga, perusahaan masih memperoleh pendapatan.

"Saya berharap di Jakarta juga bisa dibatasi jam operasi, sampai pukul 18.00 WIB mungkin bisa, jangan tidak boleh sama sekali, sebab kami sangat mematuhi protokol kesehatan Covid-19," terangnya.

Dia mengatakan, untuk PSSB kali ini memang sangat berat sebab perusahaan sudah tidak memiliki tabungan lagi. "Kalau PSBB pertama kami masih punya tabungan, tapi yang sekarang sangat berat. Sudah bisa gaji karyawan saja sudah syukur," urai dia.

Githa mengatakan, pengusaha restoran itu termasuk yang membantu pemerintah dalam memerangi pengangguran. "Saya punya karyawan 1.000. Bayangkan, kalau kami harus tutup total, bagaimana nasib mereka?" ujar dia.

Maka dari itu, Githa mengatakan, bahwa dirinya tak henti-henti untuk menyiarkan bahwa seluruh pengusaha restoran harus mematuhi protokol Covid-19. Agar restoran tidak dianggap sebagai kluster Covid-19 yang ujungnya malah menyusahkan bisnis. "Ayo patuhi bersama, bisnis ini menaungi banyak karyawan," imbuh dia.

Terakhir, Githa berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa memberikan relaksasi bagi pengusaha restoran agar bisa kembali beroperasi dengan sistem dine in dengan waktu yang ditentukan. "Pendapatan dari take away itu minus, kalau kondisi normal 30%. Sekarang malah minus," urai dia.

Githa menekankan bahwa Shabu Hachi adalah restoran pertama yang mematuhi kebijakan pemerintah DKI Jakarta untuk menutup restoran saat PSBB pertama. Bahkan saat PSBB transisi dan boleh kembali buka pada Juli lalu, Shabu Hachi paling telat buka. "Saya menghindari euforia, untuk menjaga protokol kesehatan. Saya sangat peduli sama nyawa orang," terangnya.

Shabu Hachi kata dia sejauh ini tidak melakukan PHK meskipun bisnis restoran masih berat. "Bahkan saya saat PSBB pertama pernah buka lowongan kerja, yang masuk atau melamar 11.000, padahal saya hanya butuh 20 orang. Ini menandakan ril banyak pengangguran," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×