Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, Kementerian ESDM saat ini sedang mengevaluasi Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) untuk komoditas nikel.
Kajian ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga di pasar.
“Jadi kita, saya bersama Dirjen Minerba dan tim dari kementerian lagi mengkaji berapa total kebutuhan nikel. Dari situ, kita bisa lihat RKAB-nya berapa, karena kita harus menjaga keseimbangan. Jangan sampai RKAB-nya diberikan lebih banyak, tetapi penyerapan di industri tidak sesuai,” kata Bahlil dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/1).
Baca Juga: Kebutuhan Nikel Tahun Ini Bisa Mencapai 450 Juta Ton
Bahlil menegaskan, pemberian RKAB yang terlalu besar tanpa mempertimbangkan daya serap industri justru berpotensi menurunkan harga nikel di pasar. Dus, penurunan harga tersebut dapat merugikan pelaku usaha, termasuk penambang nikel.
“Bukan berarti semakin banyak RKAB itu semakin baik. Kalau semakin banyak kemudian harganya jatuh, ya kasihan teman-teman yang melakukan usaha penambangan nikel. Yang paling bagus itu RKAB-nya cukup, tapi harganya stabil dan bagus,” tambahnya.
Selain itu, Bahlil bilang evaluasi akan dilakukan untuk memastikan tidak ada RKAB yang melebihi kapasitas daya serap di tahun sebelumnya.
“Nanti kita evaluasi lagi. Tapi kira-kira ilustrasinya seperti itu,” jelas Bahlil.
Baca Juga: Konsumsi Nikel pada 2025 Diproyeksi Meningkat di Tengah Potensi Pemangkasan Produksi
Di sisi lain, pendekatan serupa juga akan diterapkan pada komoditas lainnya, seperti batu bara, untuk memastikan keberlanjutan dan efisiensi industri.
Menurut Bahlil, keseimbangan antara permintaan dan penawaran dianggap sebagai kunci utama dalam menjaga stabilitas harga dan kelangsungan investasi di sektor tambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News