Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah Indonesia untuk melobi Amerika Serikat (AS) agar mencabut tarif impor 32% terhadap produk Indonesia belum membuahkan hasil. Meski tim negosiator sudah beberapa bulan bolak-balik ke Washington, AS tetap memberlakukan tarif tinggi tanpa perubahan.
Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengatakan bahwa Indonesia telah menawarkan berbagai bentuk kompromi, termasuk rencana tambahan impor komoditas dari AS seperti kedelai, minyak mentah, hingga pesawat.
“Tim negosiator sudah kerja keras, tapi hasilnya nihil. Tarif tetap diberlakukan,” ujar Nailul kepada Kontan, Minggu (13/7).
Dalam surat resmi dari pemerintah AS, disebutkan bahwa tarif bisa saja diturunkan atau justru dinaikkan, tergantung pada sikap Indonesia. Jika Indonesia memilih melawan, baik secara unilateral maupun melalui koalisi seperti BRICS, AS bisa saja merespon dengan menaikkan tarif lebih tinggi.
Baca Juga: GAPKI Waspadai Dampak Tarif AS, Ekspor Sawit Indonesia Bisa Tertekan
Sebaliknya, jika Indonesia melunak, misalnya dengan memberi kemudahan impor barang AS atau bahkan membangun pabrik di AS, maka ada kemungkinan tarif diturunkan.
“Tapi syarat itu berat. Biaya tenaga kerja di AS tinggi, tidak cocok untuk perusahaan dari negara berkembang. Yang logis justru perusahaan negara maju membangun pabrik di negara berkembang, bukan sebaliknya,” kata Nailul.
Melihat negosiasi yang sulit dan posisi tawar Indonesia yang lemah, Nailul menilai diversifikasi pasar ekspor adalah pilihan paling rasional. Menurutnya, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang selama ini bergantung pada pasar AS perlu segera diarahkan ke negara lain.
Baca Juga: Pemerintah Pertimbangkan Permintaan Trump Bangun Basis Produksi Indonesia di AS
“Pasar Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika punya potensi besar. Tapi tentu tidak semudah itu. Harus ada penyesuaian dari sisi karakter permintaan hingga struktur harga,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran aktif para duta besar Indonesia dalam strategi ini.
“Dubes Indonesia harus menjadi marketing intelijen untuk produk Indonesia. Bagaimana karakteristik pasar, harga yang diminta, hingga kualitas barang yang diminta,” pungkas Nailul.
Baca Juga: Antisipasi Tarif Trump, Sektor Industri Manufaktur Memacu Ekspor di Luar AS
Selanjutnya: Saham Sido Muncul (SIDO) Menguat, Seiring Mulai Kembali Masuknya Investor Asing
Menarik Dibaca: Hansaplast Luncurkan Plester Super Tipis untuk Percepat Penyembuhan Luka
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News