kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.919.000   13.000   0,68%
  • USD/IDR 16.249   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.047   42,07   0,60%
  • KOMPAS100 1.029   8,11   0,79%
  • LQ45 786   6,95   0,89%
  • ISSI 231   0,98   0,43%
  • IDX30 406   4,77   1,19%
  • IDXHIDIV20 470   5,25   1,13%
  • IDX80 116   1,04   0,90%
  • IDXV30 117   1,12   0,96%
  • IDXQ30 131   1,74   1,35%

Menperin Minta Stabilitas Harga dan Tidak Ada PHK ke Toyota, Suzuki dan Daihatsu


Minggu, 13 Juli 2025 / 14:03 WIB
Menperin Minta Stabilitas Harga dan Tidak Ada PHK ke Toyota, Suzuki dan Daihatsu
ILUSTRASI. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom. Menperin meminta komitmen kepada Toyota, Suzuki, dan Daihatsu agar tidak menaikkan harga jual kendaraan produksinya dan tidak melakukan PHK.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah situasi ekonomi global yang sedang tidak menentu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita meminta komitmen kepada tiga produsen otomotif besar asal Jepang: Toyota, Suzuki, dan Daihatsu agar tidak menaikkan harga jual kendaraan produksinya dan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap tenaga kerja mereka di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Menperin di Paviliun Indonesia saat menghadiri World Expo 2025 Osaka, Jepang, Kamis (10/7). Menperin menyampaikan keprihatinan atas potensi gejolak di sektor otomotif nasional jika terjadi lonjakan harga kendaraan atau pengurangan tenaga kerja. 

“Maka itu, saya secara khusus meminta agar tidak ada kenaikan harga mobil dan tidak ada PHK di Indonesia. Ini penting demi menjaga daya beli masyarakat dan menjaga lapangan kerja di sektor otomotif, yang merupakan salah satu penopang industri nasional,” ujar Agus dalam keterangan tertulis yang disiarkan Sabtu (12/7).

Baca Juga: Kemenperin Targetkan Net Zero Emission Industri pada 2050, Begini Strateginya

Menurut keterangan tersebut, para petinggi Toyota, Suzuki, dan Daihatsu memahami kekhawatiran pemerintah Indonesia dan menyatakan komitmennya untuk menjaga harga tetap stabil dan mempertahankan tenaga kerja di tengah berbagai tantangan global. “Komitmen mereka kami apresiasi. Ini adalah langkah konkret dalam mendukung stabilitas industri otomotif di Indonesia,” ungkap Agus.

Dalam pertemuan tersebut, Agus membahas pentingnya menjaga pasar otomotif domestik agar tetap atraktif dan kompetitif. Pemerintah Indonesia sedang mengupayakan berbagai langkah deregulasi dan insentif fiskal untuk mendorong iklim investasi di sektor otomotif.

Agus menekankan pentingnya kolaborasi erat antara pemerintah dan prinsipal otomotif untuk memastikan keberlanjutan industri dan kesejahteraan tenaga kerja di Indonesia. Dengan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja, industri otomotif menjadi sektor strategis yang harus dijaga.

“Pasar otomotif Indonesia sangat potensial. Jangan sampai kehilangan momentum hanya karena kenaikan harga atau pengurangan tenaga kerja yang bisa memicu efek domino,” imbuh Agus.

Merujuk data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), industri kendaraan bermotor Indonesia memiliki skala besar dengan kontribusi signifikan dari segmen roda 4 serta roda 2 dan 3. Segmen roda 4 ditopang oleh 32 pabrikan dengan kapasitas produksi 2,35 juta unit per tahun. Menyerap tenaga kerja hingga 69,39 ribu orang, dan realisasi investasi mencapai Rp 143,91 triliun.

Sementara itu, segmen roda 2 dan 3 didukung oleh 73 pabrikan, dengan total kapasitas produksi sebesar 10,72 juta unit per tahun. Penyerapan tenaga kerja mencapai 30,31 ribu orang, dengan realisasi investasi senilai Rp 30,4 triliun.

Hingga Januari – Mei 2025, industri kendaraan roda 4 mencatat produksi 459.000 unit, penjualan 316.000 unit, dan ekspor Completely Built Up (CBU) 192.000 unit. Pada periode yang sama, industri kendaraan roda 2 dan 3 mencetak produksi 3,37 juta unit, penjualan 3,1 juta unit, serta ekspor CBU 268.000 unit.

Catatan dan Usulan Prinsipal

Baca Juga: Sido Muncul (SIDO) Genjot Penjualan di Pasar Ekspor

Di sisi lain, Menperin juga mendengar curhat terkait penurunan signifikan penjualan kendaraan niaga ringan di Indonesia. Chairman Suzuki Motor Corporation, Osamu Suzuki, menyatakan kekhawatirannya atas kondisi pasar yang menurun, yang berdampak pada produk andalan mereka seperti Suzuki Carry.

Meski begitu, pihak Suzuki tetap berkomitmen mendukung pasar Indonesia dan menyambut arahan Menperin untuk tidak melakukan PHK. Menperin menanggapi hal itu dengan menyampaikan pemerintah sedang mengevaluasi berbagai kebijakan untuk merangsang kembali permintaan kendaraan niaga, termasuk melalui pembelian pemerintah daerah dan insentif fiskal untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Sementara itu, Toyota Motor Corporation meminta adanya relaksasi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk kendaraan hybrid. Saat ini, beberapa varian hybrid Toyota seperti Kijang Innova Zenix Hybrid dan Yaris Cross sudah mencapai TKDN di atas 40%. Namun, Toyota mengusulkan agar regulasi TKDN untuk kendaraan elektrifikasi lebih fleksibel guna menarik investasi dan mempercepat adopsi teknologi ramah lingkungan.

Merespons hal itu, Menperin menyatakan bahwa pemerintah terbuka untuk mendiskusikan relaksasi TKDN secara selektif dengan tetap menjaga arah kebijakan industrialisasi dalam negeri. “Kami akan pelajari permintaan tersebut, karena prinsipnya kita ingin membangun industri otomotif nasional yang kuat namun juga kompetitif secara global,” ujar Agus.

Agus juga memastikan, program insentif Low Cost Green Car (LCGC) akan terus dilanjutkan hingga tahun 2031. Hal ini bertujuan untuk menjaga keterjangkauan kendaraan bagi masyarakat serta mendukung transisi elektrifikasi secara bertahap.

Kebijakan ini juga diharapkan memberikan kepastian jangka panjang bagi prinsipal dan pelaku industri untuk terus memproduksi dan mengembangkan kendaraan hemat energi di dalam negeri. “Program LCGC terbukti berhasil meningkatkan kepemilikan kendaraan masyarakat dan mendukung industri otomotif nasional. Oleh karena itu, insentif untuk LCGC akan kami lanjutkan hingga 2031,” ungkap Agus.

Kemenperin pun kembali menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan prinsipal otomotif. Terutama dalam menghadapi transisi elektrifikasi, tantangan global, serta menjaga keseimbangan antara produksi lokal dan ekspor.

Pertemuan strategis seperti ini merupakan bagian dari upaya pemerintah memperkuat diplomasi industri, menciptakan iklim investasi yang kondusif, serta menjaga keberlanjutan kinerja sektor otomotif.

“Pasar otomotif Indonesia sangat besar, dan industri ini telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Kita harus jaga bersama agar tidak terjadi guncangan di sektor ini,” tutup Agus.

Baca Juga: Kontribusi Manufaktur pada PDB Terus Menurun

Selanjutnya: Muhammadiyah Alihkan Dana ke Bank Syariah Matahari, Nasib Bank Syariah Lain?

Menarik Dibaca: Apakah Jurusan Bahasa Terancam Tergusur AI atau Tidak? Ini Sederat Faktanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×