kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

CPOPC: Skema ILUC Uni Eropa berpotensi menekan harga sawit


Selasa, 02 Oktober 2018 / 13:01 WIB
CPOPC: Skema ILUC Uni Eropa berpotensi menekan harga sawit
ILUSTRASI. Perkebunan kelapa sawit


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) menilai kesepakatan Uni Eropa dalam Renewable Energy Directive II (RED II) terkait minyak nabati terlalu menggunakan referensi dari Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS). Akibatnya kerangka tersebut tidak sesuai untuk negara-negara produsen minyak kelapa sawit (CPO) sehingga berimplikasi diskriminatif.

Direktur Eksekutif CPOPC, Mahendra Siregar mengatakan, terdapat kekhawatiran bagi produsen sawit bisa terkena dampak akibat penyusunan pada standar penggunaan lahan secara tidak langsung alias Indirect Land Use Change (ILUC), terhadap perubahan iklim.

"Kami khawatir ILUC digunakan oleh Komisi Eropa sebagai dalih bagi proteksionisme, terutama untuk menjadikan minyak sawit tidak kompetitif dibanding minyak nabati lain yang diproduksi di UE," terang Mahendra dalam keterangan resmi yang Kontan.co.id terima pada Selasa (2/10).

Mahendra melihat penilaian Uni Eropa bisa mendiskreditkan sawit sehingga jadi dikategorikan sebagai high risk. Konsekuensinya, jika sawit melalui ILUC dikategorikan high risk, maka biofuel yang berbasis sawit bisa ditolak Eropa.

Adapun menurut Mahendra, komisi Eropa memberikan tenggat waktu hingga Februari 2019 untuk menyusun kriteria ILUC ini. Melalui penyusunan kriteria ILUC tersebut, akan disusun kategori penggunaan lahan tidak langsung yang berisiko rendah (low risk) atau tinggi (high risk), di dalam kebijakan renewable energy directive II (RED II).

Mahendra menambahkan, pemerintah produsen sawit harus awas pada kebijakan atau langka yang dapat menerima atau memberikan legitimasi pada skema ILUC yang tertuang dalam RED II tersebut.

"CPOC melihat, penggunaan ILUC yang ditargetkan ke industri minyak sawit akan merepresentasikan pelanggaran mendasar pada kebijakan non-discriminatory pada sistem multilateral yang menjadi dasar WTO; oleh karenanya semua regulasi atau keputusan yang berhubungan dengan UE bisa membentuk hambatan teknis perdagangan," terangnya.

Adapun CPOC terdiri dari sejumlah negara-negara produsen minyak sawit, yakni Indonesia, Malaysia dan Kolombia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×