Reporter: Adhitya Himawan, Mimi Silvia, Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Roda makro ekonomi Indonesia memang diproyeksi masih melambat pada paruh kedua tahun ini. Kondisi ini jelas berimbas ke susutnya penjualan mobil. Jika ini terjadi, industri ban juga bakal terseret. Apalagi, salah satu konsumen terbesar produsen ban saat ini adalah pabrikan mobil dan motor.
Cucu Darmawan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) menyebut, saat ini, produsen ban di dalam negeri menguasai 80% lebih dari penjualan ban. Sementara ban impor mengisi sekitar 10%-20% sisanya. Hanya saja, "Kami proyeksi penjualan ban pada semester II-2015 ini tidak akan bagus," kata Cucu kepada KONTAN, Selasa (18/8).
Sebagian besar penjualan industri ban nasional sendiri tertuju sebagai pelengkap kendaraan otomotif atau original equipment manufacturing (OEM). Alhasil, jika penjualan mobil menurun, otomatis berimbas ke penjualan ban.
Ini pula yang membuat Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang sebelumnya memproyeksikan penjualan kendaraan roda empat tahun ini bisa melaju antara 1 juta unit sampai 1,1 juta unit, merevisi target optimistis itu. Apalagi, pasca melihat kondisi ekonomi domestik dan global tengah lunglai serta realisasi penjualan yang lesu hingga semester I-2015, Makanya: Gaikindo merevisi menjadi 950.000-1 juta unit saja.
Kondisi ini berimbas ke bisnis penjualan ban ritel atau istilahnya ban pengganti (replacement). Pasalnya, masyarakat mulai menggeser kegiatan konsumsi ke kebutuhan pokok. "Kami proyeksi penjualan ban pengganti hanya tumbuh 5%-6% di semester II-2015," tambahnya.
Fakta lesunya penjualan ini tentu mengecewakan. Apalagi, industri ban domestik sempat lega setelah ada angin segar dari susutnya harga minyak mentah dunia. Minyak mentah merupakan salah satu satu bahan baku bagi karet sintesis. Saat harga bahan baku turun, dan tidak ada penurunan harga jual produk ban, margin laba industri ban domestik bisa tetap positif.
Hanya saja, menurut Catharina Widjaja, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), kondisi ini tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal lantaran proyeksi penjualan mobil nasional yang cenderung turun sampai akhir tahun ini.
Hal serupa juga terjadi pada PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA). Menurut Uthan A Sadikin, Direktur Penjualan dan Pemasaran Multistrada Arah Sarana Tbk, kondisi ekonomi makro saat ini yang mempengaruhi permintaan dan penawaran ban membuat pihaknya menargetkan pertumbuhan pendapatan serupa dengan tahun lalu.
Perusahaan ban ini tercatat meraup pendapatan US$ 284,3 juta tahun lalu. Rinciannya, penjualan ekspor US$ 200,95 juta dan penjualan lokal US$ 83,35 juta.
Luncurkan ban anyar
Gajah Tunggal tahun ini memproyeksikan pertumbuhan pendapatan single digit saja yakni antara 5% sampai 8% dari pendapatan tahun lalu. Pun demikian manajemen perusahaan berkode GJTL di Bursa Efek Indonesia ini menyiapkan strategi agar permintaan ban tetap bergairah. Salah satu caranya adalah dengan menggarap pasar ekspor selain memperkuat pasar domestik.
GJTL juga melansir ban anyar untuk mobil sport utility vehicle (SUV) yakni GT Radial Savero SUV. Produk seperti ini memang lagi ngetren di pasar global maupun domestik. Gajah Tunggal menargetkan penjualan ban ini di pasar domestik bisa tembus 150.000 unit per tahun.
Selain itu, Gajah Tunggal juga memproduksi ban SUV untuk mobil mewah yakni merek HPY SUV. Produk ini untuk pasar ban mobil SUV premium seperti mobil Audi Q5 dan BMW X5. Selain pasar lokal, GJTL juga membidik ekspor ke Malaysia, Singapura, Thailand dan Australia.
Sementara, Multistrada mulai merambah pasar ban truk medium. Perusahaan ini bakal masuk ke pasar ban truk medium secara bertahap mulai tahun ini.
Malah, Oktober nanti, perusahaan ini akan mengeluarkan ban truk anyar bersama-sama dengan varian lain, salah satunya adalah ban radial kendaraan roda empat berlabel Corsa Premium.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News