kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cukai rokok naik lagi 2017, ini respon GAPPRI


Kamis, 12 Mei 2016 / 22:03 WIB
Cukai rokok naik lagi 2017, ini respon GAPPRI


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan untuk kembali menaikkan tarif cukai rokok untuk 2017. Sebelumnya, pemerintah sudah menaikkan tarif cukai sebesar 11,19 % pada 2016.

Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, kenaikan cukai ini bertujuan untuk menekan nilai konsumsi rokok yang memberikan dampak negatif bagi masyarakat.

Kenaikan tarif cukai ini, kata Bambang sesuai dengan roadmap, yaitu untuk mengurangi konsumsi masyarakat terhadap rokok. "Pasti (ada kenaikan tarif cukai tahun depan)," kata beberapa waktu lalu.

Bambang menjelaskan bahwa besaran kenaikan tarif masih dalam pembahasan dan belum diajukan ke DPR.

Senada dengan pernyataan Bambang, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Goro Ekanto juga mengonfirmasi pihaknya tengah menghitung besaran kenaikan tarif cukai untuk tiap golongannya. Ia mengakui, kenaikan tarif cukai pasti akan memberatkan para pengusaha rokok.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Hasan Aoni Aziz menyampaikan, pemerintah perlu hati-hati dalam mengambil langkah kenaikan ini.

Banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti, realisasi pendapatan target cukai pada Januari-Februari kurang bagus. "Ditambah hingga April tak ada perubahan, masih kurang bagus," jelasnya.

Hasan juga mengajak pemerintah melihat kondisi di tahun 2014-2015 di mana ada penurunan yang signifikan. Dari situ, harus dilihat dampak menaikkan cukai tersebut. "Jangan sampai industri ini terkena dampak serius," katanya.

Ia juga meminta pemerintah berani ekstensifikasi agar tidak membebankan cukai hanya di industri rokok.

Bila lebih kreatif untuk menggali objek cukai baru, Hasan yakin paling tidak target akan tercapai.

Kenaikan tarif cukai rokok memang dialami industri setiap tahunnya. Untuk tahun 2016, kenaikan tarif cukai ditetapkan lewat PMK 198/PMK.010/015 dengan rata-rata kenaikan tarif sebesar 11,19 %.

Besaran kenaikan tarif cukai berbeda-beda, berdasarkan kategori produk rokok dan skala produksinya.

Ditilik dari kinerja industri 2016, data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan bahwa penerimaan cukai hasil tembakau masih belum memuaskan.

Menurut Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Sugeng Aprianto, realisasi penerimaan cukai per April 2016 hanya mencapai Rp 19,2 triliun, turun 44,9 % dibanding periode yang sama tahun lalu.

Pos yang turun paling jauh adalah penerimaan cukai hasil tembakau. Realisasi cukai hasil tembakau per April 2016 sebesar Rp 17,6 triliun, lebih rendah 47,3 % dari penerimaan tahun lalu di periode yang sama sebesar Rp 33,4 triliun.

Meskipun demikian, Sugeng mengatakan optimis jika realisasi cukai tembakau akan membaik pada semester kedua, karena konsumen sudah mulai bisa beradaptasi dengan perubahan tarif cukai.

Di lain pihak, Ketua RTMM SPSI, Sudarto, mengatakan kalau pemerintah tidak adil jika hanya memperhatikan aspek kesehatan saja.

"Pemerintah belum benar-benar mengetahui peta industri rokok, kami bukannya anti regulasi. Tapi kenaikan cukai akan lebih banyak berdampak pada penurunan kesejahteraan para pekerja. Ini yang menjadi perhatian utama kami,” katanya.

Sebelumnya di tahun 2014 dan 2015, beberapa pabrikan rokok telah melakukan penutupan pabrik dan PHK terhadap karyawannya.

Diperkirakan terjadi lebih dari 20.000 PHK di seluruh industri rokok, yang mayoritas adalah pekerja SKT yang merupakan kaum wanita yang juga menjadi tulang punggung ekonomi keluarga mereka.

Sudarto mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi pengurangan tenaga kerja kembali. Jika industri melakukan pengurangan, sebagian besar anggota yang berasal dari pekerja SKT dan harus dipahami kondisi SKT sedang menurun, jadi bila ditambah dengan cukai yang semakin tinggi industri juga akan kesulitan mempertahankan pekerja.

"Pekerja SKT yang memiliki pendidikan rendah akan sulit bersaing dengan para pekerja muda yang memiliki pendidikan lebih tinggi, jadi kami harap pemerintah juga memperhatikan masalah ini secara makro. Jangan hanya sekadar memikirkan pendapat pendapatan negara," pungkas Sudarto. (Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×